10 Agustus 2010

Nothing Personal

Alhamdulillah bisa nge-post lagi...Sekarang Sehari sebelum Romadhon tiba...sejujurnya saat ini aku sudah mempersiapkan entry baru untuk blog ini berdasarkan penagalamanku selama 3 hari di kota Kebumen Jawa Tengah, berhubung memory kamera aku yang berisi note yang udah aku buat beserta foto2 nya tidak bisa terbaca oleh warnet disini..maka dengan tetap ingin mengalirkan nafas blog ini...aku hadirkan sebuah pemikiran yang sangan bagus, masih dari penulis yang aku kagumi..akhiina Herry Nurddi (PIMRED SABILI) yang berjudul Nothing Personal...sebuah tulisan yang akan membuat kita berpikir seribu kali untuk berbuat dhzholim sekecil apapun sesimple apapun...aku jadi teringat tentang ilmu yang aku dapatakan dari majelis tafsir tematik ustad Harjani Hefni(penulis 7 islamic daily habit)yang mengajrkan tentang definisi Dzholim menurut ulama' tafsir...

"Wadh u sai'in fie ghoir mahaalli" artinya : Meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya...semoga mukaddimah ini bisa menggiring pembaca untuk memahamai tulisan ini...

Oleh : Herry Nurdi
Suatu hari -dari seorang ustadz- penulis mendengar kisah seekor semut yang melakukan perbuatan dan berakibat terbunuhnya seluruh semut. Perbuatan yang semula hanya ia lakukan sebagai respons dan bersifat keputusan personal, ternyata memiliki dampak komunal dan berakibat pada kehidupan sosial.

Syahdan, seorang pemimpin sebuah pasukan duduk di atas tanah dalam perjalanannya menuju suatu tempat. Tanpa sengaja, pimpinan pasukan tersebut menduduki seekor semut yang tak jauh berada dari sarangnya. Sontak, sang semut menganggapnya sebagai sebuah serangan, atau setidaknya pimpinan pasukan tersebut telah membuatnya kesakitan.

Sebagai respons, tanpa pikir panjang ia melawan, membalas dengan gigitan. Sang semut hanya merespons berdasarkan insting bertahan dan reaksi atas rasa sakit yang ia rasakan. Pertimbangannya menggigit pimpinan pasukan itu, benar-benar pertimbangan personal. Tentu saja tanpa ia rundingkan terlebih dulu dengan kepala suku semut, atau induk semang. Yang ia pikirkan hanya membalas kesakitan.

Sang pimpinan pasukan, mendapati dirinya kesakitan digigit semut, lalu melakukan reaksi yang tak terbayangkan oleh semut yang menggigitnya. Pimpinan pasukan tersebut memerintahkan beberapa orang dari pasukannya untuk membakar sarang semut yang ada di sekitar mereka. Dan begitulah hari itu berakhir dengan terbakarnya seluruh klan semut hanya karena sebuah gigitan seekor semut yang tak berpikir panjang.

Tentu saja jangan mendebat kisah kecil ini dengan pertanyaan-pertanyaan tajam tentang semut yang memang tak memiliki nalar. Bagi penulis, kisah ini mengajarkan sesuatu, bahwa dalam hidup tak ada yang benar-benar mutlak bersifat personal. Semua selalu memiliki kaitan dan ikatan yang lebih besar. Dan satu peristiwa akan melahirkan, setidaknya berakibat pada peristiwa lain dalam kehidupan yang lain lagi.

Apa yang terjadi dan kita alami hari ini, sesungguhnya adalah hasil dari rentetan keputusan dan peristiwa yang terjadi pada masa sebelumnya. Ketika kita hari ini mengalami kemalangan, hal itu tidak serta merta terjadi pada hari yang sama. Ada peristiwa yang menjadi preambule yang sangat signifikan pengaruhnya. Atau ketika hari ini kita mendapatkan sebuah kesenangan, ada jaring laba-laba yang mengaitkannya dengan kejadian-kejadian masa silam. Tak ada yang benar-benar terlepas dan mutlak independen.

Dan kejadian-kejadian di masa silam itu, biasanya lahir dan muncul, dari keputusan-keputusan yang diambil secara personal. Seorang Presiden dan Wakil Presiden yang hari ini memotong subsidi BBM misalnya, terpilih menjadi kepala negara karena pemilihan umum yang dimenangkannya. Mengapa mereka memenangkan pemilu, karena ada personal-personal yang memberikan suaranya. Mengapa mereka memberikan suara? Terlalu banyak alasan yang bisa kita kumpulkan.

Ada yang dengan analisis pribadi mengatakan, keduanya dipilih karena memang layak dari berbagai sudut pandang. Ada yang memilih karena struktur dan hasil kerja mesin politik. Tapi tak sedikit yang memilih hanya karena calon yang dijagokan berwajah tampan, gagah dan mengagumkan. Semua pilihan berdasarkan pertimbangan dan keputusan personal.

Tapi hari ini, keputusan-keputusan yang kita anggap sebagai keputusan personal tersebut memiliki dampak sosial yang sangat luas dan bisa jadi mematikan. Tidak saja untuk individu, tapi mematikan juga pada tahapan sosial dan komunal.

Alangkah malang nasib kita, yang tak pernah berbuat sesuatu, tapi ternyata di kemudian hari mendapati diri kita terdampak perbuatan orang lain. Lebih malang lagi jika kita yang ternyata menjadi penyebab. Lihat saja contoh soal yang sampai hari ini belum terselesaikan: Lumpur Lapindo.

Mungkin pada awalnya, itu hanyalah keputusan personal seorang pemimpin perusahaan yang melakukan drilling tanpa chasing, memilih jalan pintas karena semuanya masih bersifat gambling. Untuk menghemat uang perusahaan ia akhirnya memutuskan melakukan pengeboran tanpa prosedur yang benar. Tapi rupanya, keputusan yang ia pikir sederhana itu kini memiliki dampak komunal yang sangat besar. Ribuan manusia kehilangan tempat tinggal. Mereka kelaparan, tak punya pekerjaan, hidup di pengungsian, pendidikan anak-anak yang terbengkalai, serta seribu dampak sosial yang semakin besar.

Ohoi, alangkah malangnya mereka yang bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa besar yang berdampak pada banyak orang dan kehidupan. Mungkin hari ini mereka bisa berkelit dari tanggung jawab di depan manusia. Tapi kelak mereka akan berdiri dengan lutut gemetar serta mata yang nanar di hadapan Sang Pencipta alam. Dan tak mampu berkata barang sebentar.

Percayalah, tak ada yang benar-benar bersifat personal dan individual. Seluruh dari kita memiliki ikatan dan kaitan, dengan hidup dan peristiwa yang akan dialami oleh manusia lain dalam kehidupan yang berbeda. Karenanya, wahai makhluk yang berakal, pikirkanlah benar-benar perbuatan yang akan kita lakukan.

0 comments:

Posting Komentar