21 Agustus 2010

Hukum Melaksanakan Shalat Malam setelah Pelaksanaan Shalat Witir

0 comments
Assalamu'alaikum wr wb..
Salam ustad, semoga selalu diberkahi Allah swt.
Pada saat shalat tarawih dalam bulan ramadhan, biasanya diikuti dengan shalat witir, pertanyaannya bagaimana jika malamnya atau sebelum sahur saya melakukan shalat tahajud lagi? padahal shalat witir adalah penutup shalat.
Saya juga pernah dengar kalau ingin shalat tahajud lagi, witirnya harus digenapkan terlebih dahulu, itu bagaimana? dan apa niat shalatnya?
Terima kasih ustad..
Jazakallah khairan
Ridho
Ridho

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Ridho yang dimuliakan Allah swt
Permasalahan seperti ini kerap kali ditanyakan sebagian kaum muslimin. Hal demikian didasarkan pada riwayat Tirmidzi dari Qais bin Thalq bin Ali dari ayahnya dia berkata, saya mendengar Rasulullah Shallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada dua kali witir dalam satu malam." Juga apa yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Jadikanlah akhir shalat malam kalian dengan witir."
Al Lajnah ad Daimah didalam fatwanya No. 11271 mengatakan :
1. Barangsiapa yang tidur dalam keadaan telah melaksanakan witir kemudian dia bangun malam untuk tahajjud maka shalatlah apa yang ditetapkan terhadapnya namun tidak usah mengulangi witir, sebagai pelaksanaan terhadap larangan Nabi saw tentang tidak ada dua witir dalam satu malam.
 
2. Barangsiapa yang tidur dan belum melaksanakan witir namun berniat bangun di akhir malam dan dirinya memiliki kesanggupan untuk melakukannya maka hendaklah dia melaksanakan shalat witir di akhir malamnya, inilah yang paling utama karena saat itu adalah waktu turunnya Allah swt dan mengamalkan hadits ,”Jadikanlah akhir shalat malam kalian dengan witir." Hadits ini menunjukkan keutamaan dan tidak ada pertentangan dengan hadits Abu Hurairoh,” Kekasihku memberiku tiga wasiat; puasa tiga hari pada setiap bulan, shalat dluha dan tidak tidur sebelum aku shalat witir." Karena hal ini (hadits Abu Hurairoh) adalah hak orang yang tidak memiliki kesanggupan didalam dirinya untuk bangun di akhir malam.
Terdapat riwayat bahwa Nabi saw melaksanakan shalat witir pada awal, pertengahan dan akhir malam.” Hal ini menunjukkan bahwa malam seluruhnya adalah waktu untuk melaksanakan shalat witir. Sabda Rasulullah saw,” Barangsiapa yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia melakukan witir di awal malam. Dan barangsiapa yang berharap mampu bangun di akhir malam, hendaklah ia witir di akhir malam, karena shalat di akhir malam disaksikan (oleh para malaikat) dan hal itu adalah lebih afdhal (utama).
 
3. Barangsiapa yang tidur dan belum melaksanakan shalat witir sedangkan dirinya berniat bangun di akhir malam namun dirinya dikalahkan oleh tidurnya maka disyariatkan baginya untuk mengqodho shalat witir pada waktu dhuha dan menggenapkannya dengan satu rakaat,”Apabila Rasulullah saw ketinggalan shalat malam karena sakit atau lainnya, maka beliau melaksanakan shalat pada siangnya sebanyak dua belas rakaat." (HR. Muslim)
Wallahu A’lam
 
Source : Eramuslim.com

20 Agustus 2010

Andai Ini Ramadhan Terakhir

0 comments
Andai saja, Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan terakhir yang menyapa kita, apa yang akan kita lakukan? Andai saja memang demikian.

Sahabat,

Pertanyaan seperti di atas, sesekali perlu kita ajukan pada diri sendiri. Untuk apa? Tentu saja untuk memacu diri, agar memanfaatkan waktu yang kita jalani. Mengumpulkan detik demi detik, agar tak ada yang tersia.

Memanfaatkan setiap saatnya agar bernilai ibadah dan berat timbangannya.
Pernahkah kita mendengar kisah tentang seorang ahli hikmah bernama Bahlul? Dalam bahasa Arab, kata bahlul berarti bodoh. Meski demikian, sang pemilik nama tidaklah bodoh sama sekali. Dengan perilakunya yang seringkali dianggap bodoh, Bahlul justru kerap memberi hikmah.


Suatu hari Bahlul dipanggil oleh raja. Sang Raja merasa heran, mengapa ada seorang manusia yang rela memakai nama Bahlul. Maka dengan penuh rasa penasaran, sang raja bertanya, “Apakah tidak ada orang lain yang pantas menyandang namamu?”
“Tidak ada, baginda. Menurut sepengetahuan saya, hamba saja yang paling bodoh dan paling pantas menyandangnya,” ujar Bahlul yakin.
 “Kalau begitu, aku akan memberikan anugerah untukmu atas kejujuran itu,” kata sang raja. Lalu kepada Bahlul diberikan sebuah tongkat yang indah.
“Terimalah tongkah ini dengan satu syarat. Jika kelak kau menemui orang yang lebih bodoh darimu, maka kau harus rela menyerahkannya,” titah sang raja. Bahlul pun menyetujuinya.

Sahabat,
Kisah pun berlanjut. Suatu ketika, Bahlul mendengar kabar tentang raja yang sakit berat. Dari kabar yang menyebar, umur baginda raja sudah tak akan lama. Maka Bahlul pun menemuinya.
Setelah bertemu dan beruluk salam, Bahlul pun bertanya. “Wahai baginda, apa yang baginda rasakan sekarang?”
“Wahai Bahlul, jangan lagi kamu tanyakan. Rasanya aku akan pergi jauh. Jauh sekali.”
Bahlul yang tak mengerti bahasa isyarat, ingin mengetahui lebih dalam lagi. “Pergi kemana baginda? Sejauh apa?”
“Sejauh apa? Sangat jauh. Bahkan aku tak akan kembali dalam perjalanan ini,” kata sang raja.
“Ohoi, alangkah jauhnya, baginda. Sampai-sampai engkau tak memikirkan kembali. Apakah baginda sudah menyiapkan bekal untuk perjalanan jauh ini?” tanya Bahlul, masih tak mengerti.
“Tak ada, Bahlul, tak ada. Dalam perjalanan ini, engkau tak mungkin membawa bekal,” sang raja menerangkan.
Tiba-tiba Bahlul berdiri sambil menarik tongkatnya. Semua orang di ruangan terkejut melihatnya. Lalu Bahlul mengambil tongkatnya, dengan serta merta ia memberikan tingkat itu pada sang raja.
“Saya tidak percaya, ternyata baginda lebih bodoh dari saya. Sebodoh-bodohnya saya, saya masih mengerti semua perjalanan memerlukan bekal. Apalagi untuk perjalanan yang jauh dan tak mungkin kembali. Baginda, terimalah tongkat ini, karena baginda lebih berhak memegangnya,” tegas Bahlul mantap.

Sahabat,
Semua perjalanan memerlukan bekal. Benar, seperti yang dikatakan Bahlul. Dan jika Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir dalam umur kita, maka kita harus benar-benar memanfaatkannya untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya.
Suatu kali Rasulullah saw pernah menaiki mimbar untuk berkhutbah.  Saat menginjak anak tangga pertama beliau mengucapkan, "Amin." Begitu pula pada anak tangga kedua dan ketiga. Lalu para sahabat, seusai shalat bertanya kepada Rasulllah. “Mengapa Rasulullah mengucapkan, amin?”
Beliau pun menjawab, bahwa Malaikat Jibril datang dan berkata, “Kecewa dan merugi seorang yang bila namamu disebut dan dia tidak mengucap shalawat atasmu. Kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup bersama kedua orangtuanya tetapi dia tidak sampai bisa masuk surga. Kecewa dan merugi orang yang berkesempatan (hidup) pada bulan Ramadhan tetapi tidak terampuni dosa-dosanya,” (HR Ahmad).

Sahabat,
Tak seperti bekal-bekal yang lain yang harus kita himpun. Bekal untuk menghadap Allah, justru harus kita tabur. Perbanyak sedekah, adalah mengumpulkan bekal. Perbanyak perbuatan baik, adalah mengumpulkan bekal. Perbanyak silaturahim, adalah mengumpulkan bekal.
Tidak seperti di bulan-bulan lain, di bulan yang mulia ini, Rasulullah saw mengajarkan kita untuk lebih memperbanyak infaq, sedekah dan perbuatan baik. Di bulan Ramadhan, kedermawanan Rasulullah jauh melebihi bulan-bulan yang lain. Di bulan ini beliau melipatgandakan semua perbuatan baik.
Rasulullah memerintahkan kita untuk tak berat tangan dalam bersedekah. Rasulullah mengajarkan kepada kita agar tak pernah berpikir dua kali ketika hendak memberi. Karena apa yang kita sedekahkan akan menjadi penghalang dari azab Allah yang akan datang. “Jauhkan dirimu dari api neraka, meski dengan sedekah sebutir kurma,” (HR Muttafaq Alaih).

Sahabat,
Agama ini begitu ajaib. Di buka berbagai cara untuk melakukan kebaikan. Diajarkan bermacam keutamaan. Tak melulu soal harta. Tak selalu tentang materi. Kekuatan niat menjadi landasan utama dari berbagai peristiwa.
Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk ringan tangan memberi sedekah. Lalu para sahabat bertanya tentang caranya. “Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?”
“Bekerja dengan keterampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu bersedekah,” sabda baginda Rasulullah.
Para sahabat bertanya lagi. “Bagaimana kalau dia tidak mampu?”
Lalu Rasulullah pun memberi cara yang lain, “Menolong orang yang membutuhkan dan sedang teraniaya.”
“Bagaimana kalau dia tidak bisa melakukannya?”
“Menyuruh berbuat ma’ruf adalah sedekah.”
“Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?”
“Mencegah diri dari berbuat kejahatan itulah sedekah,” (HR Bukhari dan Muslim).

Sahabat,
Kita tak boleh kehilangan kesempatan untuk meraih kebaikan. Ramadhan ini kita harus menghisap kebaikannya dan kemuliaannya sampai pada tetes yang terakhir. Tak boleh ada yang tersisa dan harus menghasilkan keutamaan untuk diri kita.
Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang telah diberi peringatan oleh Rasulullah saw. Banyak di antara orang yang berpuasa, tapi tak mendapatkan kebaikan dan kemuliaan dari bulan Ramadhan yang penuh berkah. “Mungkin hasil yang diraih seorang shaum hanya lapar dan haus saja. Mungkin hasil yang dicapai seorang yang shalat malam hanyalah berjaga,” (HR Ahmad dan Al Hakim).
Na’udzubillah. Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan dosa dan perilaku yang sia-sia. Amin.

Herry Nurdi

19 Agustus 2010

Khutbah Rasul Di Haji Wada’

0 comments
Musim haji tahun 10 H. Kurang lebih 140.000 kaum muslimin datang dari segenap penjuru Arabia. Rasulullah saw bersama kaum muslimin sedang menunaikan rukun Islam kelima, haji. Diantara ribuan manusia yang memenuhi padang Arafat yang dahsyat dan luas itu, Rasulullah menyampaikan khutbah akbarnya.



Dari atas ontanya yang tenang berdiri di Namirah dekat bukit Arafah, Rasulullah saw berkhutbah dengan nada suaranya yang tinggi sambil berkali-kali menunjuk ke langit.
Sabdanya:
“Wahai manusia, dengarkan nasihatku baik-baik, karena barangkali aku tidak dapat lagi bertemu muka dengan kamu semua di tempat ini!”
“Tahukah kamu semua, hari apakah ini?”
Dijawab sendiri oleh beliau. “Inilah hari Nahar, hari kurban yang suci.
Tahukah kamu bulan apakah ini? Inilah bulan suci.
Tahukah kamu tempat apakah ini? Inilah kota yang suci”.
“Maka dari itu aku permaklumkan kepada kamu semua bahwa darah dan nyawamu, harta bendamu dan kehormatan yang satu terhadap yang lainnya haram atas kamu sampai kamu bertemu dengan Tuhanmu kelak. Semua harus kamu sucikan sebagaimana sucinya hari ini, sebagaimana sucinya bulan ini, dan sebagaimana sucinya kota ini.
Hendaklah berita ini disampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir di tempat ini oleh kamu sekalian! Bukankah aku telah menyampaikan?! O, Tuhan saksikanlah!”
Hari ini hendaklah dihapuskan segala macam bentuk riba. Barang siapa yang memegang amanah di tangannya, maka hendaklah ia bayarkan kepada yang empunya. Dan sesungguhnya Riba Jahiliah itu adalah batil. Dan awal riba yang pertama sekali aku sapu bersih adalah riba yang dilakukan oleh pamanku sendiri, Abbas bin Abd. Muthalib”.
“Hari ini haruslah dihapuskan semua bentuk pembalasan dendam pembunuhan Jahiliah, dan penuntutan darah ala Jahiliah. Yang mula pertama aku hapuskan adalah atas tuntutan darah ‘Amir bin Haris”.
“Wahai manusia! Hari ini setan telah putus asa untuk dapat disembah pada bumimu yang suci ini. Tetapi ia (setan) bangga bila kamu dapat menaatinya walaupun dalam perkara yang kelihatannya kecil sekalipun. Maka waspadalah kamu atasnya!”
Hai Manusia! Sesungguhnya zaman itu beredar semenjak Allah menjadikan langit dan bumi”.
“Wahai manusia! Sesungguhnya bagi kaum wanita itu (isteri) ada hak-hak yang yang harus kamu penuhi, dan bagimu juga ada hak-hak yang harus dipenuhi oleh isteri itu. Ialah, bahwa mereka tidak boleh sekali-kali membawa orang lain ke tempat tidur selain kamu sendiri, dan mereka tak boleh membawa orang lain yang tidak kamu sukai ke rumahmu, kecuali setelah mendapat izin dari kamu terlebih dahulu. Maka sekiranya kaum wanita itu melanggar ketentuan-ketentuan yang demikian, sesungguhnya Allah telah mengizinkan kamu untuk meninggalkan mereka, dan kamu boleh melecut ringan terhadap diri mereka yang berdosa itu. Tetapi bila mereka berhenti dan tunduk kepadamu, maka menjadi kewajibanmulah untuk memberi nafkah dan pakaian mereka dengan sebaik-baiknya. Ingatlah, bahwa kaum hawa itu adalah makhluk yang lemah di sampingmu, mereka tidak berkuasa. Kamu telah bawa mereka dengan suatu amanat dari pada Tuhan dan kamu telah halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Dari itu taqwalah kepada Allah tentang urusan wanita dan terimalah wasiat ini untuk bergaul baik dengan mereka! Wahai umat, bukankah aku telah menyampaikan?! O, Tuhan, tolonglah saksikan!”
“Wahai manusia! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kamu sesuatu, yang bila kamu pegang ia erat-erat niscaya kamu tidak akan sesat-sesat selama-lamanya. Dua saja: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Hai manusia dengarkanlah baik-baik apa yang aku ucapkan kepada kamu niscaya kamu bahagia untuk selamanya dalam hidupmu!”
“Wahai manusia! Kamu hendaklah mengerti, bahwa orang-orang beriman itu adalah bersaudara. Maka bagi masing-masing pribadi diantara kamu terlarang keras untuk mengambil harta saudaranya kecuali dengan izin hati yang ikhlas. Bukankah aku telah menyampaikan? O, Tuhan tolong saksikan!”
Janganlah kamu setelah aku meninggal nanti kembali kepada kafir, di mana sebagian kamu mempermainkan senjata untuk menebas batang leher kawannya yang lain. Karena, bukankah aku telah tinggalkan untukmu pedoman yang benar, yang bila kamu ambil ia sebagai pegangan dan suluh kehidupanmu tentu kamu tidak akan sesat, yakni Kitab Allah (Al Quran). Hai umat, bukankah aku telah menyampaikan?! O, Tuhan, saksikanlah!”
“Hai manusia! Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah tunggal, dan sesungguhnya kamu berasal dari satu Bapak. Semua kamu dari Adam dan Adam terjadi dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu semua di sisi Tuhan adalah orang yang paling taqwa, tidak sedikit pun ada kelebihan bangsa Arab itu dari yang bukan Arab, kecuali dengan taqwa”.
“Hai umat, bukankah aku telah menyampaikan?! O, Tuhan saksikanlah! Maka hendaklah barang siapa yang hadir diantara kamu di tempat ini berkewajiban untuk menyampaikan pesan wasiat ini kepada mereka yang tidak hadir!”
Demikian pesan rasul dalam khutbahnya di Haji Wada’. Suatu pertemuan yang sangat mengesankan, sangat mengharukan. Penuh tangis para sahabat yang mulai terbayang akan perpisahannya dengan junjungan yang amat mereka cintai, Rasulullah saw. Pesannya ini pun mesti kita teruskan ke setiap generasi, sebagaimana titah Rasul tadi. Dimana pun ujung jari kaki kita ini menapaki bumi.

18 Agustus 2010

Revisi Target. *Better Late Than Never

0 comments

Tujuan, Manakala sudah di tetapkan…
Sepelan Apapun bergerak, InsyaAllah adalah sebuah kemajuan…
Sebaliknya Tujuan, Manakala belum ditetapkan…
Sekuat apapun bergerak, bisa membawa kepada kehancuran…
Mari kita merevisi target Romdhon kita, kita lihat,,kemajuan apa yang bisa kita hasilkan, serta kebaikan apa yang bisa kita lakukan.




Berikut contoh target pribadi di bulan Romadon, yang InsyaAllah bisa membantu saudara-saudara dalam menyusun target di bulan Romadhon(mohon maaf telat merilisnya)

TARGET SELAMA RAMADHAN 1431 H

FARDIYYAH
- Shalat berjama’ah 35x per pekan
- Shalat sunnah rawatib 35x per pekan
- Qiyamul Lail setiap hari
- Shalat dhuha 7x per pekan
- Khattam Qur’an 1 hr 1 juz
- Ma’tsurat Sughra 7x setiap hari
- I’tikaf 10 hai terakhir di masjid Raya Mujahidin
- Shaum Sunnah 6 hari di bulan syawal

KELUARGA
- KADO Paket hari Raya
- Iftor dirumah minimal 1 x

MASYARAKAT
- Iftor Jama’I di masjid-masjid atau lainnya
- Tadarusan

10 Agustus 2010

Nothing Personal

0 comments
Alhamdulillah bisa nge-post lagi...Sekarang Sehari sebelum Romadhon tiba...sejujurnya saat ini aku sudah mempersiapkan entry baru untuk blog ini berdasarkan penagalamanku selama 3 hari di kota Kebumen Jawa Tengah, berhubung memory kamera aku yang berisi note yang udah aku buat beserta foto2 nya tidak bisa terbaca oleh warnet disini..maka dengan tetap ingin mengalirkan nafas blog ini...aku hadirkan sebuah pemikiran yang sangan bagus, masih dari penulis yang aku kagumi..akhiina Herry Nurddi (PIMRED SABILI) yang berjudul Nothing Personal...sebuah tulisan yang akan membuat kita berpikir seribu kali untuk berbuat dhzholim sekecil apapun sesimple apapun...aku jadi teringat tentang ilmu yang aku dapatakan dari majelis tafsir tematik ustad Harjani Hefni(penulis 7 islamic daily habit)yang mengajrkan tentang definisi Dzholim menurut ulama' tafsir...

"Wadh u sai'in fie ghoir mahaalli" artinya : Meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya...semoga mukaddimah ini bisa menggiring pembaca untuk memahamai tulisan ini...

Oleh : Herry Nurdi
Suatu hari -dari seorang ustadz- penulis mendengar kisah seekor semut yang melakukan perbuatan dan berakibat terbunuhnya seluruh semut. Perbuatan yang semula hanya ia lakukan sebagai respons dan bersifat keputusan personal, ternyata memiliki dampak komunal dan berakibat pada kehidupan sosial.

Syahdan, seorang pemimpin sebuah pasukan duduk di atas tanah dalam perjalanannya menuju suatu tempat. Tanpa sengaja, pimpinan pasukan tersebut menduduki seekor semut yang tak jauh berada dari sarangnya. Sontak, sang semut menganggapnya sebagai sebuah serangan, atau setidaknya pimpinan pasukan tersebut telah membuatnya kesakitan.

Sebagai respons, tanpa pikir panjang ia melawan, membalas dengan gigitan. Sang semut hanya merespons berdasarkan insting bertahan dan reaksi atas rasa sakit yang ia rasakan. Pertimbangannya menggigit pimpinan pasukan itu, benar-benar pertimbangan personal. Tentu saja tanpa ia rundingkan terlebih dulu dengan kepala suku semut, atau induk semang. Yang ia pikirkan hanya membalas kesakitan.

Sang pimpinan pasukan, mendapati dirinya kesakitan digigit semut, lalu melakukan reaksi yang tak terbayangkan oleh semut yang menggigitnya. Pimpinan pasukan tersebut memerintahkan beberapa orang dari pasukannya untuk membakar sarang semut yang ada di sekitar mereka. Dan begitulah hari itu berakhir dengan terbakarnya seluruh klan semut hanya karena sebuah gigitan seekor semut yang tak berpikir panjang.

Tentu saja jangan mendebat kisah kecil ini dengan pertanyaan-pertanyaan tajam tentang semut yang memang tak memiliki nalar. Bagi penulis, kisah ini mengajarkan sesuatu, bahwa dalam hidup tak ada yang benar-benar mutlak bersifat personal. Semua selalu memiliki kaitan dan ikatan yang lebih besar. Dan satu peristiwa akan melahirkan, setidaknya berakibat pada peristiwa lain dalam kehidupan yang lain lagi.

Apa yang terjadi dan kita alami hari ini, sesungguhnya adalah hasil dari rentetan keputusan dan peristiwa yang terjadi pada masa sebelumnya. Ketika kita hari ini mengalami kemalangan, hal itu tidak serta merta terjadi pada hari yang sama. Ada peristiwa yang menjadi preambule yang sangat signifikan pengaruhnya. Atau ketika hari ini kita mendapatkan sebuah kesenangan, ada jaring laba-laba yang mengaitkannya dengan kejadian-kejadian masa silam. Tak ada yang benar-benar terlepas dan mutlak independen.

Dan kejadian-kejadian di masa silam itu, biasanya lahir dan muncul, dari keputusan-keputusan yang diambil secara personal. Seorang Presiden dan Wakil Presiden yang hari ini memotong subsidi BBM misalnya, terpilih menjadi kepala negara karena pemilihan umum yang dimenangkannya. Mengapa mereka memenangkan pemilu, karena ada personal-personal yang memberikan suaranya. Mengapa mereka memberikan suara? Terlalu banyak alasan yang bisa kita kumpulkan.

Ada yang dengan analisis pribadi mengatakan, keduanya dipilih karena memang layak dari berbagai sudut pandang. Ada yang memilih karena struktur dan hasil kerja mesin politik. Tapi tak sedikit yang memilih hanya karena calon yang dijagokan berwajah tampan, gagah dan mengagumkan. Semua pilihan berdasarkan pertimbangan dan keputusan personal.

Tapi hari ini, keputusan-keputusan yang kita anggap sebagai keputusan personal tersebut memiliki dampak sosial yang sangat luas dan bisa jadi mematikan. Tidak saja untuk individu, tapi mematikan juga pada tahapan sosial dan komunal.

Alangkah malang nasib kita, yang tak pernah berbuat sesuatu, tapi ternyata di kemudian hari mendapati diri kita terdampak perbuatan orang lain. Lebih malang lagi jika kita yang ternyata menjadi penyebab. Lihat saja contoh soal yang sampai hari ini belum terselesaikan: Lumpur Lapindo.

Mungkin pada awalnya, itu hanyalah keputusan personal seorang pemimpin perusahaan yang melakukan drilling tanpa chasing, memilih jalan pintas karena semuanya masih bersifat gambling. Untuk menghemat uang perusahaan ia akhirnya memutuskan melakukan pengeboran tanpa prosedur yang benar. Tapi rupanya, keputusan yang ia pikir sederhana itu kini memiliki dampak komunal yang sangat besar. Ribuan manusia kehilangan tempat tinggal. Mereka kelaparan, tak punya pekerjaan, hidup di pengungsian, pendidikan anak-anak yang terbengkalai, serta seribu dampak sosial yang semakin besar.

Ohoi, alangkah malangnya mereka yang bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa besar yang berdampak pada banyak orang dan kehidupan. Mungkin hari ini mereka bisa berkelit dari tanggung jawab di depan manusia. Tapi kelak mereka akan berdiri dengan lutut gemetar serta mata yang nanar di hadapan Sang Pencipta alam. Dan tak mampu berkata barang sebentar.

Percayalah, tak ada yang benar-benar bersifat personal dan individual. Seluruh dari kita memiliki ikatan dan kaitan, dengan hidup dan peristiwa yang akan dialami oleh manusia lain dalam kehidupan yang berbeda. Karenanya, wahai makhluk yang berakal, pikirkanlah benar-benar perbuatan yang akan kita lakukan.

9 Agustus 2010

Untuk Semua yang bernama Cinta

5 comments
Mereka yang tak mengenal cinta mencelamu sungguh, cintamu padanya adalah kewajaran.
Mereka bilang, cinta telah membuatmu hina
Padahal kau orang yang paling hafal agama.
Kukatakan pada mereka, mengapa mencelanya.
Karena ia mencintai dan dicintai sang kekasih
Jangan berlagak suci, menyebut cinta sebagai dosa
Bahkan Muhammad pun tak akan mencela para pecinta
Dia tak pernah menghina umatnya yang jatuh cinta.

Ibn Hazm al-Andalusy

Untuk semua yang bernama cinta...

Tafakkurilah ; cinta adalah kekuatan. Cinta bukan kesalahan, dan dia menamakan dirinya energi. Bersama cinta, kekuatan terpancar sempurna. Bernafas seperti dihidupkan, reinkarnasi. Memompa usang hingga terjang. Menyemangati otot, tulang, darah- berdesir bukan main derasnya. Kepalang! Menyemai benih-benih yang berbunga lebih marak dari jamur musim basah. Hujan dan negeri awan-awan perak. Hati, perasaan, atau apalah namanya akan melangkah lebih kapas dan riang. Cinta mewarnai manusia dengan pelanginya sendiri. Pelangi kombinasi yang berwarna lebih dari tujuh, lebih indah dari subuh.
Akui saja; cinta adalah kekuatan. Dia kuat dan tangguh. Hebat! Banyak orang yang angkat tangan setelah setengah mati membumihanguskannya. Cinta itu panas dan lebi bara dari api. Bagaimana strateginya mendebuakan apai dengan api? Salah strategi. Mungkin di afrika, tapi tidak disini. Yang benar saja. Jangan konyol ; don’t be radiculous. Lembaran sejarah bercerita; sesungguhnya orang yang tak mengenal cinta, tidak akan pernah bisa mengalahkan cinta. Bagaimana yang mengenal? Ada kemungkinan. Namun, cinta hanya bisa diatasi, bukan dengan menyalib nyawanya. Kalaulah ada kalanya manusia berhasil membunuh cinta, itu adalah tragedi. Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk yang bersangkutan.

Hidup tanpa cinta ?

Dia pasti sudah kurang waras. Kurang empati – memutuskan untuk berhenti merasakan. Sosiapat; perbandingan 1 dari 25 orang Amerika (mungkin angka ini telah berubah seiring dengan kerusakan masif dan bergerak maju lagi intensif disana). Namun orang-orang seperti itu akan selalu ada. Contoh buruk keinsanan yang menguap. Tuhan menghukumnya karena telah terlalu sombong, dan memberikan perasaan ; tidak terjadi apa-apa. Dia pikir, itu hadiah. Dia kira, itu keistimewaan.
Sama sekali bukan...
Berhati-hatilah; cinta adalah kekuatan. Mungkin ada waktunya cinta menjelma kebalikan. Titik paling lemah, titik paling tolol yang disukai setan. Ya, kekuatan bagi sipa dulu? Dalam kasus tertentu, iblis telah memanfaatkannya. Telah memberdayakannya. Kreatif – harus diakui. Tapi, cinta yang murni tidak akan pernah bisa disalah gunakan. Pastilah nafsu ikut peran. Hanya cinta tertinggi yang sanggup mengalahkan. Cinta melawan cinta? Bisa saja. Dunia, langit. Bumi melawan angkasa. Pertarungan seru hitam dan putih. Akal melawan kemaluan. Kebenaran pasti menang, akan tetapi buakn itu inti persoalan. Siapa yang melawan, apa yang dia gunakan, dan bagaimana dia berjuang adalah indeks-indeks penting. Yang akan dihisab, yang akan diperhitungkan. Nah, pusinglah cinta. Rumit, kusut, seperti perjalanan cinta.

Tersenyumlah; cinta adalah kekuatan. Cinta juga secarang kepedihan. Terkadang dia tidak lebih manis dari ampas jamu. Lebih maja dari empedu. Habbatussauda – konon bisa menyembuhkan berbagai. Namun, tidak memukul rata keadaan ; cinta dan segala tingkah lakunya. Cinta dan segala kenakalannya. Cinta dan segala ulahnya. Cinta bukan terdiri dari huruf C saja. Masih ada I, N , T, dan A. Maka, terimalah cinta apa adanya. Sabar, seluruh komponennya. Resiko memang ada, memang niscaya. Tapi, percayalah ; untuk semua yang bernama cinta, akan ada gnjaran. Setimpal ; sesuci apa, selurus apa.

Cinta adalah kekauatan. Tak perlu banyak sabda untuk mengatakannya...

Think Deeply In Madrasah Romadhon

0 comments
This is English version, which i posted for my friends those who dont understand BAHASA, hehehe especially Ezah Hafidzah...

After a long unused blog ... without neglecting what i had made .. now let's share ... hehehe well because I'm not too good in writing (coz i just like reading), so I want to post some articles which i got from Islamic thinkers that i'm sure his mind is relevant in islam condition nowdays. lets check it out!!!

By: Herry Nurdi (Leader of Sabili Magazine)

Allama Muhammad Iqbal ever told about himself, his father and al-Qur'an. "I used to read the Qur'an after Subuh prayers. And father, always watched me, "he said. Not just watching, the father also asked. "What are you doing?" Asked the father. Though clearly the father saw his son was Reciting Al-Qur'an. "I answered him,I was reading the Qu'ran," recalled Mohammed Iqbal. The question was repeated by his father every morning, just after Subuh, for three full years. The answer was given is same, every morning, just after subuh, a full year, Muhammad Iqbal said was reciting Al-Qur'an. Then, one day Muhammad Iqbal dared to ask his father. "Why does father always asked the same question, but I also always the same answer?" "Son, recite the Qur'an as if it were handed down directly to you." And since then, Muhammad Iqbal know what the message behind his father's questions. Since that time, Muhammad Iqbal, the high spirit continues to build inside himsefl, as if al-Quran came down directly for him. Muhammad Iqbal not only recite, but also try to understand. Can not only understand, but also understand. Not limited to comprehend, but also manifest. Not only manifest, but also tried to convey back to the contents of the Qur'an as he understands. So today we remember the name of Muhammad Iqbal as one of the great figures in the Islamic world. Even some circles as one mujaddid call or a reformer in the history of Islam. Muhammad Iqbal deserve and deserve to be large, because he'd recite, understand, understand, and manifest, and that he conveyed was a very big thing: al-Qur'an. And more than anything, he was able to build something very big: the feeling that the Qur'an revealed to him directly. "The month of Ramadan, the month in which reduced (beginning) of the Qur'an as a guidance for mankind and the explanations of the instructions and differentiator (between right and falsehood). Therefore, whoever among you is present (in the country where he lived) in the month, he must fast that month, and those who are sick or in travel (and then he broke), then (ought to fast for him), that left as many days , on the other days. Allah intends for you ease, and does not want hardship for you. And ye shall replenish the numbers and you shall glorify God for His guidance is given unto you, that ye may be grateful, "(Sura al-Baqara: 185). Today, there are approximately 1.6 billion people who make a pledge as a Muslim. They are spread all over the world. In the West and the East. Each of them life in their own problems. Each of them are busy with all the agenda. Trying to solve all problems in a variety of events. Fight with the choices that are not light in life. Up-until they forget, that in fact the creator of Man have prepared a guide book where all the trouble to find an answer, where all musykilah find the reference. Al-Qur'an. By the light of Allah Almighty says, He does not want hardship for us. He wants the ease of humans. Today, how many people are able to build the Spirit as it has been able to be built by Muhammad Iqbal. In parts of Southeast Asia is the same, the Muslims numbered no less than 400 million people. And almost half of the amount above, birth, life and living in Indonesia. Country with the largest Muslim population in the world. Let us repeat the question. How many of the number of Muslims in Indonesia, which have the same feelings with Muhammad Iqbal? Or we need to pursue the target questions. How many Muslim leaders who can bring a feeling, that the Qur'an was revealed to him, not for others, not to the other pilgrims, not to the other? How much!? This month is a month full of blessings. Month reduction in the glorious Qur'an, guidance for mankind. If today Muslims are able to present a sense of the above in the soul, God willing, 50 percent of the problem has been overcome by itself. Either internal or external problems. And if we are able to do that, God willing, we also dare boldly say, "Takun daulatal Fie qalbika takun Islamiyah fi ardhika." Set in the heart of Islam first, then he will erect itself on the face of the world. Amen.

Belajar dalam Madrasah Ramadhan

0 comments
Setelah lama nda terpakai...tanpa ingin mensiasiakan yang dulu telah aku buat..kini mari berbagai...hehehe
yah karena aku tidak terlalu pandai menulis(Hanya suka membaca doank), jadi aku cuman mau post tulisan2 dari pemikir islam yang aku suka baca...ini dia..cekodit!!!

Oleh : Herry Nurdi (Pimred Sabili)

Allama Muhammad Iqbal pernah berkisah tentang dirinya, ayahnya dan al-Qur’an. “Saya biasa membaca al-Qur’an selepas shalat subuh. Dan ayah, selalu mengawasi,” tuturnya.
Tidak saja mengawasi, sang ayah juga bertanya. “Apa yang kamu lakukan?” tanya sang ayah. Padahal jelas-jelas sang ayah melihat anaknya sedang mengaji.
“Aku menjawabnya, sedang membaca al-Qur’an,” kenang Muhammad Iqbal. Pertanyaan itu diulang-ulang oleh sang ayah setiap pagi, selepas subuh, selama tiga tahun penuh. Jawaban yang diberikan juga sama, setiap pagi, selepas subuh, setahun penuh, Muhammad Iqbal menjawab sedang mengaji al-Qur’an.
Lalu, suatu hari Muhammad Iqbal memberanikan diri bertanya kepada sang ayah. “Mengapa ayah selalu menanyakan pertanyaan yang sama, padahal jawaban saya juga selalu sama?”
“Nak, bacalah al-Qur’an itu seolah-olah diturunkan langsung kepadamu.” Dan sejak saat itu, Muhammad Iqbal mengetahui apa pesan di balik pertanyaan ayahnya. Sejak saat itu pula, Muhammad Iqbal senantiasa membangun atmosfir di dalam dirinya, seolah-olah al-Qur’an itu turun langsung untuknya. Muhammad Iqbal tidak saja membaca, tapi juga mencoba mengerti. Tidak saja mampu mengerti, tapi juga memahami. Tidak sebatas memahami, tapi juga mengejawantah. Tidak saja mengejawantah, tapi juga mencoba untuk menyampaikan kembali isi al-Qur’an seperti yang dipahaminya.
Maka hari ini kita mengenang nama Muhammad Iqbal sebagai salah satu tokoh besar dalam dunia Islam. Bahkan beberapa kalangan menyebutnya sebagai salah satu mujaddid atau pembaharu dalam sejarah Islam. Muhammad Iqbal pantas dan layak menjadi besar, sebab yang ia baca, mengerti, pahami, serta ejawantah dan yang ia sampaikan adalah hal yang sangat besar: al-Qur’an.
Dan lebih dari segalanya, ia mampu membangun sesuatu yang sangat besar: perasaan bahwa al-Qur’an diturunkan langsung untuk dirinya.
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur,” (QS al-Baqarah: 185).
Hari ini, kurang lebih ada 1,6 milyar manusia yang berikrar sebagai seorang Muslim. Mereka tersebar di seluruh penjuru dunia. Di Barat dan di Timur. Masing-masing berjibaku dengan hidupnya. Masing-masing sibuk dengan segala agenda. Mencoba memecahkan segala masalah dalam berbagai peristiwa. Bertarung dengan pilihan-pilihan yang tidak ringan dalam kehidupan. Sampai-sampai akhirnya mereka lupa, bahwa sesungguhnya Sang Pencipta Manusia telah membekali kitab panduan tempat segala masalah menemukan jawaban, tempat segala musykilah menemukan rujukan. Al-Qur’an.
Dengan terang Allah SWT menyebutkan, Dia tidak menghendaki kesukaran untuk kita. Dia menghendaki kemudahan untuk manusia.
Hari ini, berapa banyak orang yang mampu membangun atmosfer seperti yang telah mampu dibangun oleh Muhammad Iqbal. Di belahan Asia Tenggara ini sama, kaum Muslimin berjumlah tak kurang dari 400 juta manusia. Dan hampir setengah dari jumlah di atas, lahir, hidup dan tinggal di Indonesia. Negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia.
Mari kita ulang pertanyaannya. Berapa banyak dari jumlah Muslimin di Indonesia yang memiliki perasaan yang sama dengan Muhammad Iqbal? Atau kita perlu mengerucutkan sasaran pertanyaan. Berapa banyak pemimpin-pemimpin umat Islam yang mampu menghadirkan perasaan, bahwa al-Qur’an ini diturunkan untuk dirinya, bukan untuk orang lain, bukan untuk jamaah lain, bukan untuk kaum yang lain? Berapa banyak!?
Bulan ini adalah bulan penuh berkah. Bulan diturunkannya al-Qur’an yang mulia, petunjuk bagi manusia. Jika hari ini kaum Muslimin mampu menghadirkan rasa di atas di dalam jiwa, insya Allah, 50 persen dari masalah sudah teratasi dengan sendirinya. Baik masalah internal ataupun eksternal.
Dan jika kita sudah mampu melakukannya, insya Allah kita juga berani dengan gagah akan berkata, “Takun daulatal islamiyah fii qalbika takun fi ardhika.” Tegakkan dulu Islam di hatimu, maka dia akan tegak sendirinya di muka dunia. Amin.