29 April 2011

KAU INI BAGAIMANA???

0 comments
OLEH : Musthafa Bishri


kau bilang aku merdeka, kaupilihkan untukku segalanya. kau suruh aku berfikir, aku berfikir kau tuduh aku kafir. aku harus bagaimana?

kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai, kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai. kau ini bagaimana?

kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku . kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plinplan. aku harus bagaimana?

aku kau suruh maju, aku mau maju kau srimpung kakiku. kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku. kau ini bagaimana?

kau suruh aku taqwa, khutbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa, kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya. aku harus bagaimana?

aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya, aku kau suruh berdisiplin kau menyontohkan yang lain, kau ini bagaimna?

kau bilang tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil manggilnya dengan pengeras suara setiap saat. kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai, aku harus bagaimana?


aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya. aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya. kau ini bagaimana?

kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah rumah, kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah. aku harus bagaimana?

aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu semakin menjadi jadi, aku kau suruh bertanggungjawab kau sendiri terus berucap Wallohu a’lam bisowab. kau ini bagaimana?

kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku. kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkuk ku. aku harus bagaimana?

aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu, kau bilang pikirkanku, aku sampah saja kau merasa terganggu. kau ini bagamnana?

kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis. kau bilang jangan banyak bicara, aku bugkam kau tuduh aku apatis. aku harus bagaimana?

kau bilang kritik lah, aku kritik kau marah. kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja. kau ini bagaimana?

aku bilang terserah kau kau tidak mau, aku bilang terserah kita, kau diam saja, kau ini bagaimana…… atau aku harus bagaimana?



KAU INI BAGAIMANA? ATAU AKU HARUS BAGAIMANA?

adi sukmono.
jakarta, 17 juni 2009 (saat MLB KAMMI)

Kau ini bagaimana?
Kau bilang aku merdeka, kau pilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berfikir, aku berfikir, kau tuduh aku kafir
Aku harus bagaimana?
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai

Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran, kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana?
Kau suruh aku maju, aku maju kau srimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku mematuhi konstitusi, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Kau suruh aku berdisplin, kau sendiri mencontohkan yang lain
Aku harus bagaimana?
Kau suruh aku mengklarifikasi, aku mau mengklarifikasi kau meninggalkannya
Kau suruh aku terbuka, kau sendiri membuat pertemuan tertutup

Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Kau suruh aku bertanggung jawab, kau sendiri selalu berucap wallahu a'lam bishowab
Aku harus bagaimana?
Kau suruh aku independen, aku independen, kau tentukan segalanya
Kau bilang tidak ada independen, tapi kau malah memintaku independen

Kau ini bagaimana?
Kau bilang jangan datang deklarasi, kau sendiri menjadi deklarator
Kau bilang jangan dukung mendukung, kau sendiri tim sukses pendulang dukungan
Kau bilang masalah gawat, masuk media, kau sendiri masuk media dan kalian semua mendiamkannya
Aku harus bagaimana?
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tak percaya padaku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku

Kau ini bagaimana?
Aku bilang terserah kau, kau tak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku

Kau ini bagaimana?
Atau...aku harus bagaimana?

16 April 2011

Perlu orang "gila" untuk membangun Indonesia

1 comments
Salam dari Jayapura! Kami bertiga baru saja keluardari pedalaman Tolikara menyaksikan Olimpiade Astronomi se Asia-Pacific.Hasilnya? Pelajar2 Indonesia menduduki urutan ke-2 dari 9 negara, denganperolehan 1 medali emas, 2 perak dan 4 perunggu. Korea Selatan di urutanpertama dengan 2 emas. Indonesia berada diatas China, Rusia Kazakshtan,Kyrgistan, Nepal, Cambodia, dan Bangladesh. Lebih mengejutkan lagi, 3 medaliperunggu Indonesia di raih oleh pelajar asal Tolikara, kabupaten terpencil diTolikara, yang selama ini mengalami keterbelakangan pendidikan dan SDM. DariTolikara, Indonesia belajar!

Kisahnya dimulai dengan seorang "gila"bernama Yohanes Surya, pendiri Surya Institute dan salah satu aktivis olimpiadescience dunia, yang telah sukses mempromosikan banyak anak Indonesia ke ajangolimpiade science dunia, memprakarsai dilaksanakannya Olimpiade Astronomi AsiaPacific (APAO) di Indonesia. Program ini ditawarkan ke berbagai pemda diIndonesia, namun tidak ada yang tertarik. Hingga suatu hari ...

Yohanes Surya ketemu dengan seorang"gila" lainnya bernama John Tabo, orang Papua, Bupati Tolikara,pegunungan tengah Papua, kabupaten baru yang terisolir dan hanya bisa dicapaidengan naik pesawat kecil dari Jayapura ke Wamena disambung berkendaraanoff-road selama 4 jam, daerah dimana laki-laki tanpa celana dan perempuan tanpapenutup dada, ditemukan dimana-mana. John Tabo, tanpa diduga, bersedia menjadisponsor pelaksanaan APAO di Indonesia, selain menjadi tuan rumah, dia jugamendanai seluruh biaya persiapan tim olimpiade Indonesia yang datang dariberbagai daerah di Indonesia termasuk dari Papua, selama 1 tahun. John Tabomembangun tempat khusus (hotel) untuk menjadi venue olimpiade ini. Orang yangberfikir normal pasti bilang, untuk apa John gila ini urusin Olimpiadeastronomi seperti ini? bukankah masih banyak persoalan internal kabupaten yangharus dia selesaikan? mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi dan berbagaiinfrastruktur dasar? Cari kerjaan dan masalah saja!



John Tabo melakukan terobosan "gila".Dana diambil dari APBD, mau dari mana lagi? Dia tidak takut BPK atau BPKP yangakan menilainya salah prosedur. Untuk John Tabo, membangun adalah untuk rakyat,jangan dibatasi oleh hal-hal administratif. Yang penting misi dia untukmembangun SDM Tolikara yang mendunia dapat tercapai, dan itu"breakthrough" untuk mengatasi kemiskinan Tolikara, tidak perlumenunggu sampai infrastruktur jalan akses terbuka.

Dikumpulkanlah 15 anak Indonesia sejak februari2010 di Karawaci untuk, kesemuanya "gila". 8 dari 15 anak tersebutdirekrut dari SMP/SMU Tolikara, yang semuanya memiliki kemampuan matematikayang rendah, menyelesaikan soal matematika tingkat kelas 4 SD saja tidak mampu.Bahkan ada yang namanya Eko, ketika ditanya 1/5 + 1/2, langsung dijawab 1/7!Seorang anak dari Kalimantan Tengah, malah tidak diijinkan kepala sekolah dangurunya untuk mengikuti persiapan olimpiade ini. Guru-gurunya mengatakan bahwaapa yang akan dia ikuti itu sia-sia saja. Dia melawan ini dan lari darisekolah!

Ke-15 anak ini dilatih oleh pelatih2"gila", yang tidak bosan dan kesal melatih anak-anak ini. Dalam 10bulan ke-8 anak Tolikara ini mampu mengerjakan problem matematika paling sulit yangdiajarkan pada tingkat terakhir SMA atau tingkat awal universitas.

Pendekatan mengajarnya juga"gila".  Astronomi adalah  kumpulan dari berbagai ilmuscience: matematika, fisika, kimia dan biologi menjadi satu mempelajarifenomena jagad raya.

Ini juga ilmu gila. Bayangkan seorang anak seperti Eko dari pedalaman Tolikara dapat menjadi salah seorang anak terpandai dibidangastronomi didunia hanya dalam waktu 10 bulan??!!

Urusan ijin ternyata juga "gila-gilaan" .Ternyata even APAO ini tidak diakui oleh Kemdiknas. Akibatnya, untukmendatangkan peserta luar negeri, tidaklah mungkin mendapatkan fasilitas visadari negara. Pake prosedur normal ijin dari Pemerintah cq Mendiknas tidakkeluar. Entah gimana ceritanya ...

Surya Institute akhirnya bertemu dengan seorang"gila" dari UKP4. Orang inilah yang mengetok Menteri Diknas, sehinggakemdiknas mau mengeluarkan ijin. Lalu orang ini memfasilitasi ijin visadisaat-saat terakhir, ketika semua sudah pasrah, bahkan orang ini mempertemukananak-anak Indonesia dengan wakil presiden RI. Orang normal mungkin akanberfikir, apa urusannya astronomi dengan wapres??!!

Lalu siorang gila dari UKP4 ini menugaskan 3 oranganggotanya yang kebetulan juga "agak gila" untuk datang menghadirikegiatan olimpiade di Tolikara. jadilah 3 orang itu sebagai satu2nya unsurpemerintah pusat dalam even Olimpiade di Tolikara. Lalu 3 orang inimembawa-bawa nama Wakil Presiden RI dan Kepala UKP4 untuk memotivasi anak2.Dalam percakapan hati ke hati dengan 15 orang anak, semalam sebelum pengumuman,tidak kurang 7 orang anak terharu menangis, melihat begitu besarnya perhatianpemerintah RI kepada mereka, sesuatu yang tidak pernah mereka rasakan daripemerintah di Jakarta selama 10 bulan mereka di godok di Karawaci. Datang danduduk bersama dengan mereka, ternyata lebih dari segalanya bagi anak-anak ini.Anak-anak Tolikara begitu terharu, menangis terisak, melihat ada orang Jakartamau datang melihat mereka di Tolikara.



Apa hasil dari semua kegilaan ini? Selainperolehan medali-medali diatas:

1. Indonesia dikenal lewat Tolikara! Tolikara,meskipun tidak dikenal Indonesia, namun telah membuktikan kepada dunia bahwadari tempat yang sedikit sekali dijamah pembangunan, bisa lahir juara-juaraolimpiade science, yang akan mengharumkan nama Indonesia ditingkat dunia,

2. Tolikara mulai membenahi sumber daya manusianyamenuju SDM berkualitas dunia. Hasil olimpiade ini telah memotivasi semua anakTolikara bahwa keterbatasan fisik dan fasilitas bukanlah halangan bagi anakTolikara untuk menjadi SDM terbaik dunia. 8 anak Tolikara yang bersaingditingkat dunia menjadi saksi hidup bahwa SDM Tolikara dapat bersaing ditingkatdunia.

3. Tolikara membuktikan bahwa mereka dapatmembangun "lebih cepat" jika cara berfikir "gila" iniditerapkan. Hanya dengan cara gila seperti ini pembangunan Papua dapatdipercepat.

4. Kita perlu "A Tolikara Approach"untuk sebuah percepatan pembangunan Papua!

Pesan moral dari kisah ini: jadilah orang gilauntuk membangun Indonesia lebih baik! Never underestimate things! Kesempatan keTolikara telah memberikan pelajaran berharga bagi saya. Belajar tidak harusselalu dari tokoh dunia. Dari seorang anak SMP yang tidak pernah diperhitungkandipelosok Tolikara, kita dapat belajar untuk berbuat yang terbaik bagiIndonesia dan dunia.

Partogi Samosir

Counsellor
Embassy of the Republic of Indonesia
Washington, D.C.

POSITIONING MUSLIM KAFFAH

0 comments
Normalnya, Keshalehan sangat mudah kita temui dalam keadaan yang sudah terkondisikan seperti di Pesantren, Masjid atau wadah-wadah yang kental dengan nuansa islamnya, godaan yang akan kita dapatkan pun tidak sebesar gelombang godaan atau cobaan kalau kita sudah hidup membaur ke masyarakat yang heterogen, yang tentu keshalehan akan samar-samar terlihat...tapi disinilah istimewanya sosok-sosok yang bisa tetap tegak , istiqomah di tengah terjangan badai sekularisme dan liberalisme di semua sisi kehidupan yg dilaluinya...dan disinilah kadar iman sebenarnya diuji imunitasnya...Sejauh mana kita bertahan dan sejauh apa kita bisa menempatkan diri kita sebagai Muslim yang menjunjung tinggi syari'at tanpa harus "menghinakan" atau bahkan sampai "melaknat" orang-orang yang "terlihat" oleh Pandangan kita yang khilaf ini sebagai orang yang berdosa (Padahal yang menghinakan, melaknat dan mengecap org berdosa hanya Allah SWT)

Berikut saya lampirkan sebuah ulasan dari Ustad Farid Nu'man  yang sangat apik tentang : Yakhtalithun Walakin Yatamayyazun yang kira-kira bisa kita artikan seperti ini : Berbaur Tapi Tetap Beragam/Berbeda

Lets Check This Tauhij Out :

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا قَالَ الرَّجُلُ هَلَكَ النَّاسُ فَهُوَ أَهْلَكُهُمْ

Jika seseorang berkata ‘Manusia telah rusak’  maka dialah yang lebih rusak dari mereka.”
(HR. Muslim No. 2623)
Mukadimah


Seringkali jiwa kita marah, emosi meluap, bahkan pernah memaki, ketika melihat fenomena penyakit masyarakat yang kian hari semakin parah. Angka perzinahan, pergaulan bebas, korupsi di atas dan bawah, perjudian, acara televisi yang minim keteladanan, bid’ah dan kemusyrikan. Ingin rasanya melakukan perubahan cepat dan mengembalikan mereka kepada fitrah (Islam) yang benar. Tapi, sering pula hanya sebatas itu yang kita lakukan; marah, emosi, dan memaki. Tak ada aksi perbaikan, tetapi perdebatan, tak ada doa, tetapi  celaan. Tidak. Masyarakat tidak membutuhkan perdebatan dan celaan, mereka membutuhkan uluran tangan dan doa para mushlihun.
Tahan Lisan Jangan Sok Suci

               
Hadits di atas mengajarkan kita untuk menahan lisan dari mencela masyarakat dan memandu agar  tidak merasa lebih benar dan suci, baik dari sisi akhlak, pemikiran, ibadah, dan lainnya. Justru sikap itulah yang menunjukkan kekurangan kita; sombong.


                Oleh karena itu, Imam An Nawawi menjelaskan:   
وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّ هَذَا الذَّمّ إِنَّمَا هُوَ فِيمَنْ قَالَهُ عَلَى سَبِيل الْإِزْرَاء عَلَى النَّاس ، وَاحْتِقَارهمْ ، وَتَفْضِيل نَفْسه عَلَيْهِمْ ، وَتَقْبِيح أَحْوَالهمْ ، لِأَنَّهُ لَا يَعْلَم سِرّ اللَّه فِي خَلْقه . ق

               
Para ulama sepakat bahwa celaan dalam hadits ini adalah bagi orang yang ucapannya itu dimaksudkan untuk mencela manusia, merendahkannya, dan mengutamakan dirinya di atas mereka, dan memburukkan keadaan masyarakat, lantaran dia tidak tahu rahasia Allah Ta’ala atas hambaNya.”
                Namun jika ungkapan tersebut karena kesedihan meratapi masyarakat karena faktor agama, maka sebagian ulama membolehkannya.

                Beliau melanjutkan:

 َالُوا : فَأَمَّا مَنْ قَالَ ذَلِكَ تَحَزُّنًا لِمَا يَرَى فِي نَفْسه وَفِي النَّاس مِنْ النَّقْص فِي أَمْر الدِّين فَلَا بَأْس عَلَيْهِ
Mereka mengatakan: Ada pun jika siapa yang mengatakannya karena kesedihan terhadap apa yang dilihatnya pada dirinya dan manusia berupa kekurangan dalam urusan agama, maka hal itu tidak apa-apa.” (Lihat semua dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/463. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Sikap sebagian da’i yang senang menyerang kaumnya sendiri, mencela agama dan kepribadian mereka, adalah sikap yang sama sekali tidak memberikan solusi apa pun. Lalu, ia menjauh dari masyarakat  dengan alasan menghindari noda dan fitnah. Memandang manusia sekitarnya dengan pandangan rendah dan perasaan  jijik. Bukan begitu sikap da’i petarung, bukan demikian sikap da’i penyabar.

Allah Ta’ala berfirman:
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
                “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm (53): 32)



Membaurlah, Tetapi ...
                Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendapatkan gelar Al Amin (terpercaya) dari masyarakatnya sejak  sebelum masa bi’tsah (pengangkatan menjadi Rasul). Gelar itu selalu melekat kepadanya hingga akhir hayatnya; walau di mata musuhnya sendiri. Ketaqwaannya, kesucian akhlaknya, kekhusyu’annya dalam beribadah, sama sekali bukan penghalang untuk membaur dengan masyarakatnya. Tentunya gelar ini didapatkan melalui interaksi, bergaul, dan menyelami kehidupan masyarakatnya dan berempati dengan permasalahan mereka.  Selain itu, gelar ini juga menunjukkan bahwa Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bukan hanya membaur (yakhtalit) tetapi juga tetap istimewa dan memiliki kemuliaan dan nilai  tersendiri (yatamayyazun).  Sebab, betapa banyak da’i yang  membaur, tetapi tidak dikenal sebagai Al Amin, atau gelar baik lainnya. Justru melekat pada mereka julukan yang tidak sedap; tukang hutang, tidak amanah, jam karet, jarang ke masjid, dan lainnya.

                Pada masa sebelum bi’tsah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berkumpul di rumah Abdullah bin Jud’an tokoh kafir qurasiy saat itu bersama kafir Qurasiy lainnya. Pertemuan itu diistilahkan dengan Hilful Fudhul.

                Rasulullah juga pernah memberikan makan dan menyuapi sendiri makanan tersebut kepada seorang nenek buta yang sangat membencinya. Nenek ini selalu mempengaruhi orang lewat agar hat-hati dengan seorang bernama Muhammad. Tetapi, justru Rasulullah yang memberikannya makan dan menyuapinya. Dan, masih banyak contoh lainnya.

                Yang jelas, dengan membaur di tengah manusia seorang da’i akan mendapatkan keutamaan dan  memberikan banyak manfaat pada banyak amalan-amalan yang disyariatkan seperti; shalat berjamaah, mengurus jenazah, menjenguk orang sakit, mengajar atau belajar, majelis dzikir, silaturrahim, dan suhbatush shalihin (bersahabat dengan orang shalih). Sehingga, dia bisa memperoleh kesempatan untuk meraih posisi sebagai manusia terbaik.

                Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
و خير الناس أنفعهم للناس


     “Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi manusia.” (Syaikh Al Albani menyatakan: Hasan shahih. Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 426. Darul Ma’arif)


Membaur di tengah masyarakat,  tetapi mampu bertahan dari fitnah yang ada pada mereka, adalah lebih utama dibanding ‘uzlah (mengasingkan diri). Imam An Nawawi menegaskan  dalam Riyadhushshalihin tentang keutamaan membaur dengan manusia dan ikut dalam perkumpulan mereka, menyaksikan kebaikan, bermajelis dzikir bersama mereka, menjenguk yang sakit, mengurus jenazah, membantu kebutuhannya, dan semua bentuk kemasalahatan lainnya bagi yang mampu beramar ma’ruf nahi munkar, menahan diri dari berbuat jahat dan bertahan pula dari bentuk kejahatan manusia.

                Lalu Imam An Nawawi Rahimahullah melanjutkan:

اعْلم أنَّ الاختلاط بالنَّاسِ عَلَى الوجهِ الَّذِي ذَكَرْتُهُ هُوَ المختارُ الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وسائر الأنبياء صلواتُ اللهِ وسلامه عَلَيْهِمْ ، وكذلك الخُلفاءُ الرَّاشدون ، ومن بعدَهُم مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ ، ومن بَعدَهُم من عُلَماءِ المُسلمين وأَخْيَارِهم ، وَهُوَ مَذْهَبُ أكثَرِ التَّابِعينَ وَمَنْ بَعدَهُمْ ، وبه قَالَ الشافعيُّ وأحمدُ وأكثَرُ الفقهاءِ  رضي اللهُ عنهم أجمعين. قَالَ اللهُ تَعَالَى: { وَتَعَاوَنُوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى } [ المائدة : 20 ] والآيات في معنى مَا ذكرته كثيرة معلومة .


Ketahuilah, bahwa membaur dengan manusia dengan cara seperti yang telah saya sebutkan, adalah sika pilihan yang di atasnya Rasulullah  Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berada, juga semua para Nabi Shalawatullah wa salamuhu ‘Alaihim, demikian juga para khulafa’ur rasyidin, dan yang setelah mereka dari kalangan sahabat dan tabi’in, dan yang setelah mereka dari kelompok ulama Islam dan manusia-manusia terbaik mereka, dan inilah madzhab mayoritas tabi’in dan manusia  setelah mereka. Inilah pendapat Asy Syafi’i, Ahmad, dan mayoritas fuqaha Radhiallahu ‘Anhum ajma’in. Allah Ta’ala berifirman: “Saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan.” (QS. Al Maidah (5): 20). Dan ayat-ayat yang semakna sebagaimana yang telah saya sebutkan banyak jumlahnya dan terkenal. (Lihat Riyadhushshalihin Hal. 210. Cet. 3. 1998M – 1419H. Muasasah Ar Risalah. Tahqiq: Syaikh Syu’aib Al Arna’uth)
Ghuraba Itu Bukan ‘Uzlah


                Orang-orang terasing (ghuraba) bukanlah orang yang lari dari kenyataan hidup, menyendiri di pegunungan dan tepi pantai. Itu bukan ghuraba,  melainkan gambaran orang-orang kalah. Ghuraba adalah orang-orang yang tetap melakukan perbaikan di tengah-tengah masyarakat yang rusak, dan mereka senantiasa menghidupkan sunah dan mengajarkannya kepada manusia. Mereka terasing karena keunikan dan keistimewaan sikap hidup mereka. Mereka memperbaiki ketika manusia merusaknya, mereka menghidupkan sunah ketika manusia mematikannya, mereka memberantas kesyirikan dan khurafat ketika masyarakat menyuburkannya, mereka memerangi kebatilan ketika masyarakat menjadi pembelanya, mereka memenuhi masjid ketika masyarakat menjauhinya, mereka menangis di tengah malam menghadap Rabbnya ketika manusia mengisi malamnya dengan hura-hura dan maksiat, mereka menyiapkan diri untuk berjihad ketika manusia meremehkan dan mencela jihad. Demikianlah ghuraba dan beruntunglah mereka.

                Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ


               
Pertama kali muncul, Islam dianggap asing (gharib), nanti dia akan dianggap asing lagi seperti awalnya. Maka, beruntunglah orang-orang terasing itu.” (HR. Muslim No.145. Ibnu Majah No. 3986. Abu ‘Uwanah dalam Mustakhraj No. 221. Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 7493, dari Abu Said Al Khudri. Al Qudha’i dalam Musnad Asy Syihab No. 982, dari Ibnu Umar. Abu Ja’far Ath Thahawi, Musykilul Atsar No. 588, dari Anas bin Malik )


                 Dalam riwayat lain, dari Abdurrahman bin Sannah Radhiallahu ‘Anhu,   dia mendengar bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا ثُمَّ يَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ الْغُرَبَاءُ قَالَ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
Pertama kali muncul, Islam dianggap asing (gharib),  kemudian dia akan dianggap asing lagi seperti awalnya. Maka, beruntunglah orang-orang terasing itu.” Ditanyakan: “Wahai Rasulullah siapakah ghuraba itu?” Beliau menjawab: “Orang-orang yang melakukan perbaikan ketika manusia merusak.” (HR. Ahmad No. 16094. Ibnu Baththah, Ibanah Al Kubra No. 30, dari Abu Hurairah. Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal, No. 1201. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 1273 )


Apa yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam katakan ini telah menganulir pemahaman yang keliru tentang ghuraba. Memperbaiki masyarakat yang rusak tidak bisa menjauhi mereka, seorang dokter harus memeriksa langsung pasiennya, pemadam kebakaran tidak bisa menyiram di luar jangkauan pancaran airnya. Itu semua tidak menyembuhkan penyakit dan tidak pula  mampu memadamkan api.  Maka, mendekatlah dan membaurlah dengan masyarakat, dan bersabarlah dan bertahanlah atas fitnah dan cobaan di tengah-tengah mereka. Jadilah cermin yang tertimpa air, bukan spons.  Itulah ghuraba.

Wallahu A’lam

TAFSIR MATA YANG BERKHIANAT (Tentang غَضُّ البَصَرِ Menahan Pandangan )

0 comments
PERTAMA : ini menjadi Taujih Bagi Saya sendiri yang saat ini terus beusaha mengkondisikan diri untuk TADZKIYATUN NAFS
KEDUA : Akhi Sekalian bisa menjadikan pelajaran taujih dibawah ini lalu mengajarkannya ke orang lain.

BismillahirrahmaaniRrahiim

Ibnul Qayyim berkata bahwa pandangan mata kepada yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan (zina).
Makna Menahan Pandangan
Secara bahasa, غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) berarti menahan, mengurangi atau menundukkan pandangan.[1] Namun bukan berarti menutup atau memejamkan mata hingga tidak melihat sama sekali. Juga bukan berarti menundukkan kepala ke tanah saja, karena bukan itu yang dimaksud. Lagipula hal seperti itu tidak akan mampu dilaksanakan. Tetapi yang dimaksud غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) adalah menjaga pandangan dan tidak melepas kendalinya hingga menjadi liar.
Pandangan yang terpelihara adalah apabila seseorang tidak memandang aurat orang lain, tidak mengamat-amati kecantikan/kegantengannya, tidak berlama-lama memandangnya, dan tidak memelototi apa yang dilihatnya.[2] Dengan kata lain— غَضُّ البَصَرِ (gadh-dhul bashar) adalahmenahan pandangan dari apa yang diharamkan oleh Allah swt dan rasul-Nya[3].
Dalil Kewajiban Menahan Pandangan
Al-Quran:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. (An-Nur [24]: 30-31).
Para ulama tafsir menyebutkan bahwa kata min dalam min absharihim maknanya adalah sebagian. Hal ini menegaskan bahwa yang diharamkan oleh Allah swt hanyalah pandangan yang disengaja, sedangkan pandangan tiba-tiba tanpa sengaja adalah dimaafkan. Atau untuk menegaskan bahwa kebanyakan pandangan itu halal, yang diharamkan hanya sedikit saja. Berbeda dengan perintah memelihara kemaluan yang tidak menggunakan kata min karena semua pintu pemuasan seksual dengan kemaluan adalah haram kecuali yang diizinkan oleh syariat saja (nikah).[4]
Larangan menahan pandangan didahulukan dari menjaga kemaluan karena pandangan yang haram adalah awal dari terjadinya perbuatan zina.
Hadits Rasulullah saw:
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي (رواه مسلم).
Dari Jarir bin Abdillah ra berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang pandangan tiba-tiba (tanpa sengaja), lalu beliau memerintahkanku untuk memalingkannya. (HR. Muslim).
Maksudnya jangan meneruskan pandanganmu, karena pandangan tiba-tiba tanpa sengaja itu dimaafkan, tapi bila diteruskan berarti disengaja.
((لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ تَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ)). (رواه مسلم وأحمد وأبو داود والترمذي).
Seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain, dan seorang perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain. Seorang laki-laki tidak boleh bersatu (bercampur) dengan laki-laki lain dalam satu pakaian, dan seorang perempuan tidak boleh bercampur dengan perempuan lain dalam satu pakaian. (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud & Tirmidzi).
((يَا عَلِيُّ، لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ؟ فَإِنَّ لَكَ الأُوْلَى، وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ)) [رواه الترمذي وأبو داود وحسنه الألباني].
Wahai Ali, jangan kamu ikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya, karena yang pertama itu boleh (dimaafkan) sedangkan yang berikutnya tidak. (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud dan di-hasan-kan oleh Al-Bani).
((الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ، وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ)) [متفق عليه].
Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang. (Muttafaq ‘alaih).
Penyebab Mengumbar Pandangan
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengumbar pandangannya adalah:
  1. Mengikuti hawa nafsu dan ajakan syaithan
  2. Jahil (tidak tahu) terhadap akibat negatif mengumbar pandangan, diantaranya bahwa mengumbar pandangan itu penyebab utama zina.
  3. Hanya mengandalkan dan mengingat ampunan Allah swt dan lupa terhadap ancaman siksa-Nya.
  4. Melihat atau menyaksikan media yang porno atau berbau pornografi baik cetak, elektronik, atau internet.
  5. Tidak menikah atau menunda pernikahan bagi mereka yang sebenarnya telah siap untuk menikah.
  6. Sering berada di tempat-tempat bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan, seperti pasar atau mall.
  7. Merasakan kelezatan semu ketika memandang yang haram sebagai akibat dari lemahnya iman dan tidak hadirnya keagungan Allah swt dalam hatinya. Karena orang yang merasakan keagungan-Nya pasti akan bersedih kalau berbuat maksiat kepada-Nya.
  8. Godaan dari lawan jenis berupa pakaian yang membuka aurat, ucapan, atau gerakan tubuh yang menarik perhatian.
Akibat Negatif Memandang yang Haram
Rusaknya hati.

Pandangan yang haram dapat mematikan hati seperti anak panah mematikan seseorang atau minimal melukainya. Seorang penyair berkata:
Kau ingin puaskan hatimu dengan mengumbar pandanganmu
Suatu saat pandangan itu pasti kan menyusahkanmu.
Engkau tak kan tahan melihat semuanya,
Bahkan terhadap sebagiannya pun kesabaranmu tak berdaya.
Atau seperti percikan api yang membakar daun atau ranting kering lalu membesar dan membakar semuanya:

Segala peristiwa bermula dari pandangan, dan api yang besar itu berasal dari percikan api yang kecil.
Terancam jatuh kepada zina.
Ibnul Qayyim berkata bahwa pandangan mata yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi tekad yang kuat dan biasanya diwujudkan dalam amal perbuatan (zina). Penyair berkata:
Bermula dari pandangan, senyuman, lalu salam,..
Lantas bercakap-cakap, membuat janji, akhirnya bertemu.
Lupa ilmu.

Maksudnya Allah SWT menjadikannya pelupa. Contoh: rontoknya hafalan qur’an atau hafalan yang lainnya.
Turunnya bala’
Amr bin Murrah bercerita tentang dirinya: “Aku pernah memandang seorang perempuan yang membuatku terpesona, kemudian mataku menjadi buta. Ku harap itu menjadi kafarat penghapus dosaku.”
Merusak sebagian amal.
Hudzaifah ra berkata: “Barangsiapa membayangkan bentuk tubuh perempuan di balik bajunya berarti ia telah membatalkan puasanya.
Menambah lalai terhadap Allah swt dan hari akhirat.
Rendahnya mata yang memandang yang haram dalam pandangan syariat Islam.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ((لَوِ اطَّلَعَ أَحَدٌ فِي بَيْتِكَ وَلَمْ تَأْذَنْ لَهُ، فَخَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ، مَا كَانَ عَلَيْكَ جُنَاحٌ)) (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jika seseorang melongok ke dalam rumahmu tanpa izinmu, lalu kau sambit dengan kerikil hingga buta matanya, tak ada dosa bagimu karenanya.” (Muttafaq ‘alaih).
Manfaat Menahan Pandangan
Diantara manfaat menahan pandangan adalah:
  1. Membebaskan hati dari pedihnya penyesalan, karena barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka penyesalannya akan berlangsung lama.
  2. Hati yang bercahaya dan terpancar pada tubuh terutama mata dan wajah, begitu pula sebaliknya jika seseorang mengumbar pandangannya.
  3. Terbukanya pintu ilmu dan faktor-faktor untuk menguasainya karena hati yang bercahaya dan penuh konsentrasi. Imam Syafi’i berkata:

شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي
وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ العِـلْمَ نُـوْرٌ وَنُوْرُ اللهِ لاَ يُهْـدَي لِعَاصِي
Kuadukan kepada Waki’, guruku, tentang buruknya hafalan
Arahannya: “Tinggalkanlah ma’siat.”
Diberitahukannya bahwa ilmu itu cahaya,
Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.
4. Mempertajam firasat dan prediksi
Syuja’ Al-Karmani berkata:
مَنْ عَمَرَ ظَاهِرَهُ بِاتِّبَاعِ السُّنَّةِ، وَبَاطِنَهُ بِدَوَامِ الْمُرَاقَبَةِ، وَغَضَّ بَصَرَهُ عَنِ الْمَحَارِمِ، وَكَفَّ نَفْسَهُ عَنِ الشَّهَوَاتِ، وَأَكَلَ مِنَ الْحَلاَلِ- لَمْ تُخْطِئْ فِرَاسَتُهُ.
“Siapa yang menyuburkan lahiriahnya dengan mengikuti sunnah, menghiasi batinnya dengan muraqabah, menundukkan pandangannya dari yang haram, menahan dirinya dari syahwat, dan memakan yang halal maka firasatnya tidak akan salah.”
5. Menjadi salah satu penyebab datangnya mahabbatullah (cinta Allah swt).

Al-Hasan bin Mujahid berkata:
غَضُّ البَصَرِ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ يُوْرِثُ حُبَّ اللهِ.
“Menahan pandangan dari apa yang diharamkan Allah swt akan mewarisi cinta Allah”.
Faktor-faktor Penyebab Mampu Menahan Pandangan
Di antara faktor yang membuat seseorang mampu menahan pandangannya adalah:
  1. Hadirnya pengawasan Allah dan rasa takut akan siksa-Nya di dalam hati.
  2. Menjauhkan diri dari semua penyebab mengumbar pandangan.
  3. Meyakini semua bahaya mengumbar pandangan.
  4. Meyakini manfaat menahan pandangan.
  5. Melaksanakan pesan Rasulullah saw untuk segera memalingkan pandangan ketika melihat yang haram.
  6. Memperbanyak puasa.
  7. Menyalurkan keinginan melalui jalan yang halal (pernikahan).
  8. Bergaul dengan orang-orang shalih dan menjauhkan diri dari persahabatan akrab dengan orang-orang yang rusak akhlaqnya.
  9. Selalu merasa takut dengan su’ul khatimah ketika meninggal dunia.
Semoga Allah SWT membimbing kita menjadi orang yang senantiasa menahan pandangan.
[1] Berasal dari kata غَضَّ yang berarti كَفَّ (menahan) atau نَقَصَ (mengurangi) atau خَفَضَ (menundukkan). Lihat: Tajul ‘Arus 1/4685, dan Maqayisul Lughah 4/306.
[2] Yusuf Al-Qaradhawi, Halal & Haram, hlm 171.
[3] Tafsir At-Thabari 19/154, Ibnu Katsir 6/41.
[4] Al-Jami’ Li Ahkamil Quran, Al-Qurthubi, 1/3918.