12 November 2013

Bonus Demografi




 *Dimuat Koran Pontianak Post, Kolom Opini halaman 14


Dalam ekonomi kependudukan dikenal istilah transisi demografi, yaitu sebuah konsep mengenai proses penurunan angka kelahiran sampai terciptanya tingkat populasi yang stabil. Tahap transisi demografi ini dibagi kedalam 3 fase. Fase yang pertama, angka kelahiran dan kematian tinggi akibat kemiskinan yang akut. Fase kedua, terjadi peningkatan standar hidup sehingga angka kematian menurun dan angka kelahiran tetap tinggi. Fase ketiga, angka kematian rendah dan orang cenderung membudayakan tradisi pembatasan kelahiran karena adanya modernisasi gaya hidup sehingga angka kelahiran menurun.

Transisi demografi akan mengubah struktur usia dari populasi penduduk, dimana proporsi penduduk muda (usia 0 – 14 tahun) mengalami penurunan, proporsi penduduk usia produktif ( usia 15-64 tahun) meningkat pesat, dan proporsi penduduk usia tua (66 tahun keatas) meningkat perlahan.  Dampaknya pada beberapa tahun kedepan akan terjadi fenomena “Bonus Demografi” yang diikuti penurunan dependency ratio  hingga ke titik terendah. Bonus demografi adalah suatu situasi dimana angka proporsi penduduk terbanyak diisi oleh usia produktif antara 15-64 tahun yang merupakan angkatan kerja muda yang siap diberdayakan sedang Dependency ratio menunjukan perbandingan antara kelompok usia produktif dan non produktif yang menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif.

Indonesia khususnya pontianak, setelah fase transisi demografi akan memasuki fase emas yang disebut bonus demografi  selama 10 tahun, yang diprediksi akan terjadi pada periode 2020 – 2030 dengan angka dependency ratio berkisar antara 0,4 – 0,5 yang berarti 100 orang usia produktif hanya menanggung 40 – 50 orang usia tidak produktif.  Menurut BPS Kota Pontianak berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, total populasi Pontianak adalah sebanyak 550.297 orang dan total 68 %  diisi oleh penduduk usia produktif  antara 15-64 tahun. Puncaknya akan terjadi pada tahun 2020-2030 angka usia produktif akan meningkat tajam mengingat 28,11%  dari total populasi Pontianak di tahun 2010 datang dari usia 0-14 tahun yang pada periode 2020-2030 akan beranjak ke usia produktif ditambah lagi urbanisasi penduduk usia produktif dari daerah lain yang akan menambah jumlah angkatan kerja.   Dengan kata lain, pada periode 2020-2030, Pontianak memiliki momentum untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonominya pada titik tertinggi yang pengaruh kesejahteraannya dapat terasa hingga puluhan tahun mendatang.

                                     Sumber : http://pontianakkota.bps.go.id/
Inilah fase yang disebut sebagai window of opportunity (jendela kesempatan)saat jumlah penduduk produktif  yang banyak itu dapat diakumulasikan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan di kota pontianak karena meningkatnya total investasi & saving yang akan berdampak pada terdistribusinya kesejahteraan dalam skala komunal serta dapat dinikmati dalam jangka panjang. Namun, periode emas pertumbuhan ekonomi tahun 2020-2030 hanya dapat terpenuhi jika ketersediaan lapangan kerja dan kesiapan skill lumbung populasi usia produktif tersebut  dapat diberdayakan dan berkompetisi.

Dapat dibayangkan jika sebagian besar penduduk usia produktif pada tahun 2020, yang diperkirakan mencapai 80% dari total populasi tidak memiliki skill yang memadai dan tidak memiliki pekerjaan atau sulit berwirausaha maka window of opportunity yang tadinya menjadi sebab kesejahteraan akan berbalik menjadi boomerang dengan terjadinya bencana populasikarena apabila jumlah penduduk usia produktif yang banyak tidak bisa diberdayakan, maka akan meningkatkan angka kemiskinan struktural yang juga berefek sosial sehingga rawan konflik dan memicu angka kriminalitas serta hilangnya momentum untuk meraih kesejahteraan.

Kemiskinan struktural terjadi bukan karena ketidakmampuan individu untuk merubah hidupannya kearah yang lebih baik tapi dikarenakan adanya kesulitan memperoleh pekerjaan dan akses terhadap permodalan & sumberdaya bahan baku akibat kebijakan pemerintah yang tidak efektif dan efisien. Seperti yang pernah ditulis oleh peraih Nobel ekonomi dari India yang juga pengagas IPM untuk mengukur kemajuan suatu negara, Amartya Sen (Development as Freedom, 1996), “kelaparan dan kemiskinan di negara berkembang terjadi bukan karena tidak tersedianya bahan makanan, tetapi karena masyarakat tidak memiliki kebebasan dalam memperoleh akses itu”. Akibatnya, masyarakat kemudian terjebak pada "ketidakberuntungan ganda" (coupling disadvantage) antara kemiskinan dan hilangnya hak-hak sosial, politik dan ekonomi mereka. Hal ini akan menegaskan thesis John Friedman bahwa Kemiskinan adalah suatu fenomena politik.

Untuk mengukur efektifitas kebijakan pemerintah kita dapat melihat Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator kebijakan pemerintah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Pontianak berdasarkan ranking indeks pembangunan manusia (IPM) Kalimantan Barat tahun 2010 menempati urutan keempat dari 14 Kabupaten/kota. IPM Pontianak pada 2010, menurut ketiga dimensi IPM, ialah angka harapan hidup 67,24 tahun, rata-rata lama sekolah 6,53 tahun dan gross national income per capita at purchasing power parity (PPP) sebesar  625,72 (ribu rupiah). Nilai IPM secara absolut selalu meningkat. Namun jika melihat pencapaian tersebut, laju pertumbuhan pembangunan manusia kita belum secepat yang diharapkan mengingat presisi waktu yang semakin singkat.


Dalam meraih momentum kesejahteraan pada saat terjadi bonus demografi, salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah kota pontianak adalah menggiatkan kampanye Ekonomi Kreatif dengan mencetak sebanyak mungkin wirausaha baru sebagai pilihan profesi untuk mencari penghasilan yang harus melibatkan beberapa stakeholder yang datang dari Pemerintah, Swasta, Perbankan, Perguruan Tinggi dan Lembaga Sosial. lokomotif ekonomi kreatif akan hadir ditiap kecamatan yang akan dibagi berdasarkan cluster usaha yang akan fokus dibangun, sehingga setiap kecamatan memiliki spesialis industri yang khas yang terdiri dari konveksi, kuliner, pertanian, peternakan dan jasa.

Setiap stakeholder akan memainkan peran berdasarkan ranah kerjanya, Pemerintah kota Pontianak akan bertindak sebagai pembuat kebijakan clustering industri sekaligus mensupport infrastruktur pemasarannya dan mengalirkan bantuan permodalan serta memudahkan akses terhadap bahan baku melalui fungsi regulasinya. Swasta melalui Perbankan  akan menyalurkan dana-dana CSR-nya untuk memberi support permodalan sekaligus menjadi mitra usaha UKM yang akan lahir dari rahim program ekonomi kreatif. Perguruan Tinggi melalui aktivitas pengembangan dan penelitian akan menginovasi setiap aktivitas produksi, manajemen, & pemasaran UKM tersebut sekaligus memberi pelatihan terhadap setiap wirausaha. Sedangkan fungsi lembaga sosial untuk memastikan agar distribusi kesejahteraan merata diseluruh lapisan masyarakat dalam satu kecamatan, sehingga jika masih terdapat kaum Dhuafa maka lembaga sosial ini yang akan merancang program pemberdayaan yang efektif agar kaum dhuafa tersebut bisa juga produktif dan terlibat dalam lokomotif ekonomi kreatif sebagai wirausaha.

Berbagai program ekonomi kreatif sebagai solusi pengentasan kemiskinan struktural dapat terealisasi jika kerjasama antar stakeholder bebas dari aktivitas percaloan proyek yang koruptif . Keinginan kuat dan kesabaran dari semua stakeholder serta fungsi pengawasan dan evaluasi program yang ketat akan menjaga ritme program pengentasan kemiskinan barbasis wirausaha yang memang membutuhkan waktu hingga ketika terjadi Bonus Demografi, Pontianak sudah siap menyambut momentum peningkatan kesejahteraan. Chaos as Normal Order “Ketidakpastian  adalah sesuatu yang pasti”, semua niat baik mendesak untuk direalisasikan.





0 comments:

Posting Komentar