*Dimuat Koran Pontianak Post, Kolom Opini halaman 14
Dalam ekonomi kependudukan dikenal istilah transisi demografi,
yaitu sebuah konsep mengenai proses penurunan angka kelahiran sampai
terciptanya tingkat populasi yang stabil. Tahap transisi demografi ini dibagi
kedalam 3 fase. Fase yang pertama, angka kelahiran dan kematian tinggi akibat
kemiskinan yang akut. Fase kedua, terjadi peningkatan standar hidup sehingga
angka kematian menurun dan angka kelahiran tetap tinggi. Fase ketiga, angka
kematian rendah dan orang cenderung membudayakan tradisi pembatasan kelahiran
karena adanya modernisasi gaya hidup sehingga angka kelahiran menurun.
Transisi demografi akan mengubah struktur usia dari populasi
penduduk, dimana proporsi penduduk muda (usia 0 – 14 tahun) mengalami
penurunan, proporsi penduduk usia produktif ( usia 15-64 tahun) meningkat
pesat, dan proporsi penduduk usia tua (66 tahun keatas) meningkat perlahan.
Dampaknya pada beberapa tahun kedepan akan terjadi fenomena “Bonus
Demografi” yang diikuti penurunan dependency ratio hingga ke titik terendah. Bonus demografi
adalah suatu situasi dimana angka proporsi penduduk terbanyak diisi oleh usia
produktif antara 15-64 tahun yang merupakan angkatan kerja muda yang siap
diberdayakan sedang Dependency ratio menunjukan perbandingan
antara kelompok usia produktif dan non produktif yang menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang
hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif.
Indonesia khususnya pontianak, setelah fase transisi demografi
akan memasuki fase emas yang disebut bonus demografi selama 10
tahun, yang diprediksi akan terjadi pada periode 2020 – 2030 dengan angka dependency
ratio berkisar antara 0,4 – 0,5 yang berarti 100 orang usia produktif
hanya menanggung 40 – 50 orang usia tidak produktif. Menurut BPS Kota
Pontianak berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, total populasi Pontianak
adalah sebanyak 550.297 orang dan total 68 % diisi oleh penduduk usia
produktif antara 15-64 tahun. Puncaknya akan terjadi pada tahun 2020-2030
angka usia produktif akan meningkat tajam mengingat 28,11% dari total
populasi Pontianak di tahun 2010 datang dari usia 0-14 tahun yang pada periode
2020-2030 akan beranjak ke usia produktif ditambah lagi urbanisasi penduduk
usia produktif dari daerah lain yang akan menambah jumlah angkatan kerja.
Dengan kata lain, pada periode 2020-2030, Pontianak memiliki momentum
untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonominya pada titik tertinggi yang pengaruh
kesejahteraannya dapat terasa hingga puluhan tahun mendatang.
Sumber : http://pontianakkota.bps.go.id/
Inilah fase yang disebut sebagai window of
opportunity (jendela kesempatan), saat jumlah penduduk
produktif yang banyak itu dapat diakumulasikan untuk memacu pertumbuhan
ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan di kota pontianak karena meningkatnya
total investasi & saving yang akan berdampak pada terdistribusinya
kesejahteraan dalam skala komunal serta dapat dinikmati dalam jangka panjang.
Namun, periode emas pertumbuhan ekonomi tahun 2020-2030 hanya dapat terpenuhi
jika ketersediaan lapangan kerja dan kesiapan skill lumbung populasi usia
produktif tersebut dapat diberdayakan dan berkompetisi.
Dapat dibayangkan jika sebagian besar penduduk usia produktif
pada tahun 2020, yang diperkirakan mencapai 80% dari total populasi tidak
memiliki skill yang memadai dan tidak memiliki pekerjaan atau sulit
berwirausaha maka window of opportunity yang tadinya menjadi
sebab kesejahteraan akan berbalik menjadi boomerang dengan
terjadinya bencana populasi, karena apabila jumlah penduduk
usia produktif yang banyak tidak bisa diberdayakan, maka akan meningkatkan
angka kemiskinan struktural yang juga berefek sosial sehingga rawan konflik dan
memicu angka kriminalitas serta hilangnya momentum untuk meraih kesejahteraan.
Kemiskinan struktural terjadi bukan karena ketidakmampuan
individu untuk merubah hidupannya kearah yang lebih baik tapi dikarenakan
adanya kesulitan memperoleh pekerjaan dan akses terhadap permodalan &
sumberdaya bahan baku akibat kebijakan pemerintah yang tidak efektif dan
efisien. Seperti yang pernah ditulis oleh peraih Nobel ekonomi dari India yang
juga pengagas IPM untuk mengukur kemajuan suatu negara, Amartya Sen (Development
as Freedom, 1996), “kelaparan dan kemiskinan di negara berkembang terjadi
bukan karena tidak tersedianya bahan makanan, tetapi karena masyarakat tidak
memiliki kebebasan dalam memperoleh akses itu”. Akibatnya, masyarakat kemudian
terjebak pada "ketidakberuntungan ganda" (coupling disadvantage)
antara kemiskinan dan hilangnya hak-hak sosial, politik dan ekonomi mereka. Hal
ini akan menegaskan thesis John Friedman bahwa Kemiskinan adalah suatu fenomena
politik.
Untuk mengukur efektifitas kebijakan pemerintah kita dapat
melihat Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator kebijakan pemerintah yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Pontianak berdasarkan ranking indeks
pembangunan manusia (IPM) Kalimantan Barat tahun 2010 menempati urutan keempat
dari 14 Kabupaten/kota. IPM Pontianak pada 2010, menurut ketiga dimensi IPM,
ialah angka harapan hidup 67,24 tahun, rata-rata lama sekolah 6,53 tahun
dan gross national income per capita at purchasing power parity (PPP)
sebesar 625,72 (ribu rupiah). Nilai IPM secara absolut selalu meningkat.
Namun jika melihat pencapaian tersebut, laju pertumbuhan pembangunan manusia
kita belum secepat yang diharapkan mengingat presisi waktu yang semakin
singkat.
Dalam meraih momentum kesejahteraan pada saat terjadi bonus
demografi, salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah kota pontianak
adalah menggiatkan kampanye Ekonomi Kreatif dengan mencetak sebanyak mungkin
wirausaha baru sebagai pilihan profesi untuk mencari penghasilan yang harus melibatkan beberapa stakeholder yang datang dari Pemerintah,
Swasta, Perbankan, Perguruan Tinggi dan Lembaga Sosial. lokomotif ekonomi kreatif akan hadir ditiap kecamatan yang akan dibagi berdasarkan cluster usaha
yang akan fokus dibangun, sehingga setiap kecamatan memiliki spesialis industri
yang khas yang terdiri dari konveksi, kuliner, pertanian, peternakan dan jasa.
Setiap stakeholder akan memainkan peran berdasarkan ranah
kerjanya, Pemerintah kota Pontianak akan bertindak sebagai pembuat kebijakan clustering
industri sekaligus mensupport infrastruktur pemasarannya dan mengalirkan
bantuan permodalan serta memudahkan akses terhadap bahan baku melalui fungsi
regulasinya. Swasta melalui Perbankan akan menyalurkan dana-dana CSR-nya
untuk memberi support permodalan sekaligus menjadi mitra usaha UKM yang akan
lahir dari rahim program
ekonomi kreatif. Perguruan Tinggi
melalui aktivitas pengembangan dan penelitian akan menginovasi setiap aktivitas
produksi, manajemen, & pemasaran UKM tersebut sekaligus memberi pelatihan
terhadap setiap wirausaha. Sedangkan fungsi lembaga sosial untuk memastikan
agar distribusi kesejahteraan merata diseluruh lapisan masyarakat dalam satu
kecamatan, sehingga jika masih terdapat kaum Dhuafa maka lembaga sosial ini
yang akan merancang program pemberdayaan yang efektif agar kaum dhuafa tersebut
bisa juga produktif dan terlibat dalam lokomotif ekonomi kreatif sebagai
wirausaha.
Berbagai program ekonomi kreatif sebagai solusi pengentasan kemiskinan
struktural dapat terealisasi jika kerjasama antar stakeholder bebas dari
aktivitas percaloan proyek yang koruptif . Keinginan kuat dan kesabaran dari
semua stakeholder serta fungsi pengawasan dan evaluasi program yang ketat akan
menjaga ritme program pengentasan kemiskinan barbasis wirausaha yang memang
membutuhkan waktu hingga ketika terjadi Bonus Demografi, Pontianak sudah siap
menyambut momentum peningkatan kesejahteraan. Chaos as Normal Order
“Ketidakpastian adalah sesuatu yang pasti”, semua niat baik mendesak
untuk direalisasikan.
0 comments:
Posting Komentar