29 Oktober 2014

Risalah Untuk Manusia

0 comments
Menjadi manusia adalah sebuah kemuliaan dan sebentuk amanah. Telah dimuliakannya manusia ditegaskan Allah dalam Al Qur’an Surah Al Israa’ ayat 70 berikut :

“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam dan Kami telah beri mereka menggunakan berbagai-bagai kenderaan di darat dan di laut dan Kami telah memberikan rezeki kepada mereka dari benda-benda yang baik-baik serta Kami telah lebihkan mereka dengan selebih-lebihnya atas banyak makhluk-makhluk yang telah Kami ciptakan.”

Penyematan kemuliaan pada manusia bukan tanpa sebab.  Ia adalah sebuah pernyataan amanah atas risalah kekhilafaan. Titah untuk mengemban peran yang tidak sederhana dibanding makhluk Allah yang lain. Manusia pula dibatasi oleh umur. Maka status manusia yang menegaskan kemuliaannya dapat dilihat dari bagaimana mereka mengisi usia yang terbatas itu. Usia manusia adalah kumpulan hari yang bila berlalu sebagian hari maka berlalu pula lah sebagian dari diri manusia.  Dalam mengemban peran kekhalifaan di bumi dalam waktu yang singkat itu maka diamanahkanlah risalah disetiap pundak manusia berupa Ibadtullahi dan imaratul ardhi.

Risalah yang pertama berupa Ibadatullahi, yaitu beribadah kepada Allah sebagaimana yang termaktub dalam surah Ad Dzariaat ayat 56 ;
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Bagi mereka yang mengerti tujuan penciptaan manusia sebagaimana yang terjelaskan dalam ayat diatas maka dia akan menghimpun kesadaraan untuk tunduk kepada Allah. Aspek penghambaan menjadi hal yang dominan dalam mengontrol segala tindak tanduknya. Sebaliknya, bagi mereka yang lalai dan abai terhadap aspek penghambaan, maka tercabutlah kemuliaan darinya.

Risalah yang kedua ialah dalam rangka Imaratul ardhi atau mengemban tugas memelihara bumi. Sebagaimana yang dititahkan di surah Hud ayat 61 ;
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya.”

Maka tugas membangun peradaban di muka bumi menjadi risalah kedua yang ditipkan di pundak setiap manusia. Melakukan terobosan dalam ilmu pengetahuan demi menjawab berbagai permasalahan dalam urusan manusia.  Allah membekali manusia dengan sarana untuk menunaikan risalah kekhilafaan tersebut berupa taufiq dalam bentuk pendengaran untuk memahami ilmu dan hikmah, pengelihatan serta hati nurani. Sebagaimana yang termaktub di surah An nahl ayat 87
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

 Namun masalah pertama muncul tatkala manusia memisahkan kedua risalah di atas. Memisahkan aspek agama dan dunia. Menjadikan keduanya bukan hal yang harus dijalankan seiring. Al Qur’an memberi kita pelajaran akan kisah ummat terdahulu yaitu kaum Aad yang mampu membangun peradaban gilang gemilang dengan bangunan yang tinggi namun durhaka kepada Allah hingga adzab ditimpakan kepada mereka.
Masalah kedua berupa ketiadaannya tujuan yang jelas bagi manusia yang kan menjadi kompas mereka untuk menjalankan risalah kekhilafaan. Dengan Al Qur’an sebagai pedoman untuk tugas imaratul ardhi, maka manusia dibimbing untuk saling mengenal satu sama lain sebagaimana yang tercantum di Surah Al Hujuraat ayat 13.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.”

Menjalin komunikasi antar bangsa, suku lintas teritori negara untuk membentuk masyarakat dan memberi warna disana. Menjadi bagian dari masyarakat dunia.  Dalam pergaulan sosial itu seorang muslim dituntut untuk menjadi inspirasi dan arus utama yang mampu tampil memimpin peradaban masyarakatnya menuju peradaban madani.

Dan manusia bisa terjembab kedalam kubangan nista bahkan lebih hina dina dari binatang sekalipun jika tak menggunakan alat tersebut untuk menunaikan risalah kekhilafaan sebagaimana yang termaktub di Surah Al A’raaf ayat 179.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. Kedatangan azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya dengan cara istidraj”

21 Juni 2014

Kopral Mamad

0 comments
Mamad, kopral bergaji UMR. Telah beristri satu & beranak tiga. Anaknya masih kecil semua dan sedang lucu-lucunya. Ketika lagi asyik bercengkrama dgn anak-anak, panggilan tugas datang. Sebagai prajurit tamtama berpangkat rendah, mengharuskannya berada di garda terdepan meredam massa yg dtg bergelombang dan ingin merengsek ke pusat pemerintahan eksekutif & legislatif.

1998, Waktu itu krisis ekonomi sudah menjalar. Harga sembako naik. Mamad lupa bertanya pada istrinya akan stok beras dirumahnya. Lupa pula bertanya akan persediaan susu anak dirumahnya. Panggilan tugas yg tiba-tiba membuatnya lupa bertanya pada istrinya.

Sewaktu itu tlp genggam hanya milik org kaya. Ukurannya pun sebesar bata. Prajurit yg bertugas tak punya celah menjalin kontak dgn keluarga. Sehingga tiap kepergian menunaikan tugas, meski tidak jauh selalu menjadi pristiwa dramatis yg mengharukan. "Lebih baik pulang hanya dgn nama dibanding gagal dalam tugas" adagium keprajuritan yg menjelaskan bahwa mereka rela mati demi tugas.

Mamad berangkat dgn gelisah dan risau. Dia berulang kali menyesal lupa mengecek sisa kebutuhan dapur. Uang yg ditinggalkan utk istrinya pun tak seberapa. Dan memang hanya itu yg bisa ia tinggalkan. Tiap jelang akhir bulan kayak sekarang, Mamad terbiasa kehabisan gaji dan makan seadanya dgn istri dan anak-anaknya. Jikapun benar-benar habis, Mamad yg bertugas di Babinsa bisa bekerja serabutan dgn menjadi kuli bangunan dadakan membantu pembangunan rumah warga. Tak seberapa hasilnya tapi cukup utk sekedar mengganjal kebutuhan perut keluarga prajurit kecil yg tinggal di Asrama tentara hingga hari gajian tiba.

Huru-hara waktu itu semakin menjadi. Gelombang demonstrasi mahasiswa utk menuntut Pak Harto mundur kian membesar. Kini warga yg selalu apatis juga turut serta. Sebagian aktivitas lumpuh. Semua alat negara dikerahkan. Sudah berhari-hari ia bertugas meredam massa tapi belum ada tanda-tanda massa ingin mundur. Naluri keprajuritan Mamad membaca tanda-tanda revolusi rakyat. Seperti yg terjadi di Filiphina. Tapi yg lbh mengkhawatirkannya lagi jika menjadi martir dan alat bagi hasrat jendral berbintang utk kudeta. Ia tak tega mengkhianati bangsa dan rakyat yg dicintainya kala itu. Tapi sumpah prajurit mengharuskannya tunduk pada komando atasan. Cepat-cepat ia hapus lintasan pikiran menakutkan itu.

Esoknya Mamad berjaga dlm keadaan lapar, ia tak makan banyak. Pikirannya sesak oleh banyak hal. Masa depan Indonesia & keadaan keluarganya dirumah. Ini sudah sepekan ia bertugas. Siang terik matahari membakar. Tenggorokan Mamad kering. Makin lengkap sudah derita yg harus ditahan hingga situasi kondusif dan prajurit dibolehkan makan dan minum. Gelombang demonstrasi baru datang. Kali ini Mahasiswa yg datang dgn angkuh. Mamad sepintas melirik atribut yg dikenakannya tertulis Forkot. Gerakan mahasiswa yg oleh komandannya patut diwaspadai karena sikap agitatif dan anarkis dlm setiap aksinya.

Seorang mhasiswa forkot dgn megaphone maju kedepan barisan prajurit kopral memberi orasi. Isinya makian kpd Soeharto dan kroni-kroninya. Mahasiswa dgn angkuh juga menghina para prajurit dgn sebutan bandit dan jongos koruptor cendana.

Tak hanya berhenti mencaci dlm orasi. Kerumunan mahasiswa forkot makin provokatif dgn membakar ban tepat dibawah sinar matahari yg menyengat. Asap membumbung. Udara tak sehat. Prajurit mundur selangkah. Barisan mahasiswa bergandengan tangan mendekati pasukan. Mereka mendorong terus memprovokasi berusaha menerobos barikade tentara yg berjaga. Sumpah serapah, makian keluar dari mulut mahasiswa forkot.

Terik panas, asap pekat dari ban, rasa lapar & haus, pikiran akan stok kebutuhan pangan dirumah, kelelahan, serta makian, orasi provokatif dan agitasi mahasiswa angkuh melengkapi derita para prajurit kopral yg mengenaskan luar dalam.

Dooor.....!!!!

Suara tembakan memekakan telinga. Mamad dgn mata berair krn asap melihat satu mahasiswa limbung jatuh diterjang peluru yg menembus dadanya. Darah segar mengalir. Seketika semua membisu. Mamad melihat rekannya yg melepaskan tembakan. Ia kenal rekannya itu. Namanya Amir. Istrinya dirumah sakit. Anaknya baru saja wafat karena DBD. Itu Amir yg kemarin sempat curhat kepadanya atas perasaan kehilangan yg sangat.

Dan seketika dunia menghakimi tentara. Kopral riwayatmu kini.

TNI sering dipropagandakan tak netral dan represif oleh media. Tapi media yg paling sering melacurkan diri pada kepentingan politik tertentu. Baga!


14 November 2013

Retorika untuk Mengguncang Dunia

0 comments


Sejarah selalu punya tokohnya sendiri. Perubahan besar dunia selalu didalangi oleh sosok ikonik yang menjadi penentu berbagai catatan peristiwa yang sangat dramatis. Jika kita menelisik sejarah pergolakan manusia sepanjang masa, maka akan selalui kita temui fakta bahwa pendulum perubahan selalu bergeser haluan karena pidato dengan retorika yang menggugah dan mengerakkan. Sejak era Yunani kuno hingga zaman sekarang akan selalu ada negarawan yang menjadikan lisannya sebagai ujung tombak perjuangan mereka. Rasulullah Muhammad ShalaLlahu alaihi wasallam, dalam sebuah hadist pernah mengungkapkan bahwa “Sesungguhnya sebagian Retorika adalah Sihir”.

Indonesia, sebagai bangsa besar memiliki banyak pejuang dengan retorika yang memukau. Dari sekian banyak momen heroik dalam perjuangan kemerdekaan, yang populer direkam sejarah adalah kata-kata bertenaga dari Proklamator Indonesia, Bung Karno Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” ataupun Orasi menggugah dari seorang Bung Tomo ketika menggelorakan keberanian dan perjuangan arek-arek Suroboyo 
“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga. Kita tunjukken bahwa kita ini benar-benar orang-orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita saudara-saudara, lebih baik hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap “Merdeka atau Mati”. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!! Merdeka!!”




Bagi kita anak-anak bangsa. Ketika kembali membaca atau mendengarkan kisah heroik mereka, maka tentu saja kita akan merinding membayangkan betapa dalam dan bertenaganya kata-kata tersebut, terlebih diucapkan di momen-momen yang krusial, disaat-saat peralihan sejarah besar terjadi.   Inilah yang menjadi keistimewaan sebuah retorika, lebih mematikan dan dahsyat dibanding rudal pemusnah massal sekalipun.

Menurut Wikipedia, Retorika dapat didefinisikan sebagai sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasif untuk menghasilkan bujukan melalui karakter pembicara, emosional atau argumentasi. Inti dari Retorika adalah persuasi, sedang proses persuasi sendiri meliputi tiga hal : (1) Tindakan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang dengan menggunakan kata-kata lisan/tertulis, (2) suatu usaha untuk menanamkan opini baru, dan (3) Suatu usaha yang dilakukan secara sadar, untuk mengubah sikap, kepercayaan, dan perilaku orang dengan transmisi pesan. 

Dari pengertian tersebut, maka kita akan memahami mengapa retorika bisa menjadi senjata penting dan mematikan bagi seorang negarawan untuk mengisi sejarah.
  
Retorika yang memukau dapat diibaratkan sebagai sebuah peluru kendali berupa rudal yang mampu membuat gentar musuh. Seseorang dengan kemampuan retorika memukau, dapat mengaduk-aduk emosi pendengarnya. Disatu waktu dapat membuat pendengarnya tertawa terbahak-bahak namum diwaktu yang lain dapat membuat pendengarnya menangis haru dan tersedu-sedu. Bung Karno, pada gerakan revolusi kemerdekaan dulu, untuk memantik keberanian di dada para pemuda, dengan retorika yang memukau, kerap kali mengucapkan kalimat ”L’audace, l’audace, toujours l’audace!" Yang artinya ”Keberanian, keberanian, selalu keberanian!”. Sebuah kalimat  yang dikutip dari seorang tokoh Revolusi Perancis, Georges Danton. 

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah rahasia dari retorika yang mengguncang dunia tersebut? Berdasarkan buku “Ilmu Retorika Untuk Mengguncang Dunia” karya Dwi Chondro Triono, PhD.  Kunci dari semua retorika yang memukau ada pada ide atau gagasan yang dimiliki oleh Sang Orator yang hendak dilemparkan dihadapan segenap para pendengarnya.  
Jika ditelisik lebih mendalam. Retorika bagaikan “Rudal Pemusnah masalah”. Yang mana dari setiap rudal itu terdapat 3 unsur yaitu : peluncur missil (peluncur rudal), roket (sebagai penggerak atau pendorong), dan kepala missil (Kepala Rudal). Ketiga unsur ini coba kita samakan dengan retorika yang juga memiliki 3 unsur yaitu: (1) Kekuatan Ide sebagai unsur dari kepala Misil. (2) Retorika penyampaian sebagai unsur dari Roket itu sendiri. (3) Penataan panggung sebagai unsur dari Peluncur missil

Dari ketiga urutan diatas, kita jadi paham, bahwa unsur yang paling penting dari retorika adalah kekutan ide itu sendiri
yang sangat menentukan. Apakah retorika itu akan menjadi senjata yang sangat ditakuti atau hanya sekedar pelipur lara dikala masyarakat dilanda duka. Dalam terminologi “Multiple Intellegence”, dikenal istilah Kecerdasan Naratif, yakni sebuah kecerdasan bernarasi atau kemampuan membangun sebuah gagasan dan ide yang kemudian dapat disampaikan kepada pendengar dan dimengerti secara sederhana. 
  
Mengamati cuplikan kata-kata bertenaga dari para pahlawan, maka sudah tentu kita dapat merasakan bahwa kemampuan retorika yang memukau tersebut juga didukung dengan kecerdasan naratif sang orator.  Seorang Negarawan harus mampu memberikan narasi berupa visi serta cita-cita perjuangan yang jelas kepada masyarakatnya. Tidak hanya membuatnya mengerti, tapi juga ikut berkelindan dan berkeringat untuk menghantar masyarakatnya meraih segala hal yang dicitakan. Dan sekali lagi, Bangsa kita membutuhkan Negarawan-negarawan ulung dengan retorika memukau yang mampu mensinergikan antara perkataan dan perbuatan dalam satu tarikan nafas perjuangan. Seperti kata Yusuf Qhardawi Retorika bukan hanya persoalan pidato atau percakapan melainkan perilaku dalam kebajikan yang mencangkup seluruhan aspek kehidupan manusia. Bukankah Retorika yang paling mengerakkan adalah perbuatan?  Sebagaimana ungkapan berbahasa Inggris yang lazim kita dengar, “Action Speaks Louder than word”.  



12 November 2013

Bonus Demografi

0 comments



 *Dimuat Koran Pontianak Post, Kolom Opini halaman 14


Dalam ekonomi kependudukan dikenal istilah transisi demografi, yaitu sebuah konsep mengenai proses penurunan angka kelahiran sampai terciptanya tingkat populasi yang stabil. Tahap transisi demografi ini dibagi kedalam 3 fase. Fase yang pertama, angka kelahiran dan kematian tinggi akibat kemiskinan yang akut. Fase kedua, terjadi peningkatan standar hidup sehingga angka kematian menurun dan angka kelahiran tetap tinggi. Fase ketiga, angka kematian rendah dan orang cenderung membudayakan tradisi pembatasan kelahiran karena adanya modernisasi gaya hidup sehingga angka kelahiran menurun.

Transisi demografi akan mengubah struktur usia dari populasi penduduk, dimana proporsi penduduk muda (usia 0 – 14 tahun) mengalami penurunan, proporsi penduduk usia produktif ( usia 15-64 tahun) meningkat pesat, dan proporsi penduduk usia tua (66 tahun keatas) meningkat perlahan.  Dampaknya pada beberapa tahun kedepan akan terjadi fenomena “Bonus Demografi” yang diikuti penurunan dependency ratio  hingga ke titik terendah. Bonus demografi adalah suatu situasi dimana angka proporsi penduduk terbanyak diisi oleh usia produktif antara 15-64 tahun yang merupakan angkatan kerja muda yang siap diberdayakan sedang Dependency ratio menunjukan perbandingan antara kelompok usia produktif dan non produktif yang menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif.

Indonesia khususnya pontianak, setelah fase transisi demografi akan memasuki fase emas yang disebut bonus demografi  selama 10 tahun, yang diprediksi akan terjadi pada periode 2020 – 2030 dengan angka dependency ratio berkisar antara 0,4 – 0,5 yang berarti 100 orang usia produktif hanya menanggung 40 – 50 orang usia tidak produktif.  Menurut BPS Kota Pontianak berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, total populasi Pontianak adalah sebanyak 550.297 orang dan total 68 %  diisi oleh penduduk usia produktif  antara 15-64 tahun. Puncaknya akan terjadi pada tahun 2020-2030 angka usia produktif akan meningkat tajam mengingat 28,11%  dari total populasi Pontianak di tahun 2010 datang dari usia 0-14 tahun yang pada periode 2020-2030 akan beranjak ke usia produktif ditambah lagi urbanisasi penduduk usia produktif dari daerah lain yang akan menambah jumlah angkatan kerja.   Dengan kata lain, pada periode 2020-2030, Pontianak memiliki momentum untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonominya pada titik tertinggi yang pengaruh kesejahteraannya dapat terasa hingga puluhan tahun mendatang.

                                     Sumber : http://pontianakkota.bps.go.id/
Inilah fase yang disebut sebagai window of opportunity (jendela kesempatan)saat jumlah penduduk produktif  yang banyak itu dapat diakumulasikan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan di kota pontianak karena meningkatnya total investasi & saving yang akan berdampak pada terdistribusinya kesejahteraan dalam skala komunal serta dapat dinikmati dalam jangka panjang. Namun, periode emas pertumbuhan ekonomi tahun 2020-2030 hanya dapat terpenuhi jika ketersediaan lapangan kerja dan kesiapan skill lumbung populasi usia produktif tersebut  dapat diberdayakan dan berkompetisi.

Dapat dibayangkan jika sebagian besar penduduk usia produktif pada tahun 2020, yang diperkirakan mencapai 80% dari total populasi tidak memiliki skill yang memadai dan tidak memiliki pekerjaan atau sulit berwirausaha maka window of opportunity yang tadinya menjadi sebab kesejahteraan akan berbalik menjadi boomerang dengan terjadinya bencana populasikarena apabila jumlah penduduk usia produktif yang banyak tidak bisa diberdayakan, maka akan meningkatkan angka kemiskinan struktural yang juga berefek sosial sehingga rawan konflik dan memicu angka kriminalitas serta hilangnya momentum untuk meraih kesejahteraan.

Kemiskinan struktural terjadi bukan karena ketidakmampuan individu untuk merubah hidupannya kearah yang lebih baik tapi dikarenakan adanya kesulitan memperoleh pekerjaan dan akses terhadap permodalan & sumberdaya bahan baku akibat kebijakan pemerintah yang tidak efektif dan efisien. Seperti yang pernah ditulis oleh peraih Nobel ekonomi dari India yang juga pengagas IPM untuk mengukur kemajuan suatu negara, Amartya Sen (Development as Freedom, 1996), “kelaparan dan kemiskinan di negara berkembang terjadi bukan karena tidak tersedianya bahan makanan, tetapi karena masyarakat tidak memiliki kebebasan dalam memperoleh akses itu”. Akibatnya, masyarakat kemudian terjebak pada "ketidakberuntungan ganda" (coupling disadvantage) antara kemiskinan dan hilangnya hak-hak sosial, politik dan ekonomi mereka. Hal ini akan menegaskan thesis John Friedman bahwa Kemiskinan adalah suatu fenomena politik.

Untuk mengukur efektifitas kebijakan pemerintah kita dapat melihat Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator kebijakan pemerintah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Pontianak berdasarkan ranking indeks pembangunan manusia (IPM) Kalimantan Barat tahun 2010 menempati urutan keempat dari 14 Kabupaten/kota. IPM Pontianak pada 2010, menurut ketiga dimensi IPM, ialah angka harapan hidup 67,24 tahun, rata-rata lama sekolah 6,53 tahun dan gross national income per capita at purchasing power parity (PPP) sebesar  625,72 (ribu rupiah). Nilai IPM secara absolut selalu meningkat. Namun jika melihat pencapaian tersebut, laju pertumbuhan pembangunan manusia kita belum secepat yang diharapkan mengingat presisi waktu yang semakin singkat.


Dalam meraih momentum kesejahteraan pada saat terjadi bonus demografi, salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah kota pontianak adalah menggiatkan kampanye Ekonomi Kreatif dengan mencetak sebanyak mungkin wirausaha baru sebagai pilihan profesi untuk mencari penghasilan yang harus melibatkan beberapa stakeholder yang datang dari Pemerintah, Swasta, Perbankan, Perguruan Tinggi dan Lembaga Sosial. lokomotif ekonomi kreatif akan hadir ditiap kecamatan yang akan dibagi berdasarkan cluster usaha yang akan fokus dibangun, sehingga setiap kecamatan memiliki spesialis industri yang khas yang terdiri dari konveksi, kuliner, pertanian, peternakan dan jasa.

Setiap stakeholder akan memainkan peran berdasarkan ranah kerjanya, Pemerintah kota Pontianak akan bertindak sebagai pembuat kebijakan clustering industri sekaligus mensupport infrastruktur pemasarannya dan mengalirkan bantuan permodalan serta memudahkan akses terhadap bahan baku melalui fungsi regulasinya. Swasta melalui Perbankan  akan menyalurkan dana-dana CSR-nya untuk memberi support permodalan sekaligus menjadi mitra usaha UKM yang akan lahir dari rahim program ekonomi kreatif. Perguruan Tinggi melalui aktivitas pengembangan dan penelitian akan menginovasi setiap aktivitas produksi, manajemen, & pemasaran UKM tersebut sekaligus memberi pelatihan terhadap setiap wirausaha. Sedangkan fungsi lembaga sosial untuk memastikan agar distribusi kesejahteraan merata diseluruh lapisan masyarakat dalam satu kecamatan, sehingga jika masih terdapat kaum Dhuafa maka lembaga sosial ini yang akan merancang program pemberdayaan yang efektif agar kaum dhuafa tersebut bisa juga produktif dan terlibat dalam lokomotif ekonomi kreatif sebagai wirausaha.

Berbagai program ekonomi kreatif sebagai solusi pengentasan kemiskinan struktural dapat terealisasi jika kerjasama antar stakeholder bebas dari aktivitas percaloan proyek yang koruptif . Keinginan kuat dan kesabaran dari semua stakeholder serta fungsi pengawasan dan evaluasi program yang ketat akan menjaga ritme program pengentasan kemiskinan barbasis wirausaha yang memang membutuhkan waktu hingga ketika terjadi Bonus Demografi, Pontianak sudah siap menyambut momentum peningkatan kesejahteraan. Chaos as Normal Order “Ketidakpastian  adalah sesuatu yang pasti”, semua niat baik mendesak untuk direalisasikan.