“Sesaat lagi akan tiba sosok lelaki penghuni syurga…..”
Rasulullah mengucapkan kalimat tersebut saat membersamai sahabat-sahabt beliau dalam sebuah majelis ilmu yang mulia. Sesaat semuanya terdiam sembari menanti dengan penasaran, siapakah gerangan laki-laki beruntung itu.
Sayangnya, sosok yang muncul dihadapan mereka terlampau sederhana untuk predikat setinggi itu, seorang lelaki biasa, berjalan memasuki mesjid dengan sebelah tangan menenteng sendal dan janggut yang basah dengan air wudhu.
Karena penasaran membuncah tentang apa rahasia yang membuat lelaki tersebut disabdakan sebagai penghuni surga oleh sang Nabi, Abdullah Ibn Amr Ibn Al-Ash memohon kepada lelaki itu untuk diperkenankan menginap selama 3 malam di rumahnya, dan Izin pun diperolehnya.
Setelah menginap dirumah lelaki itu, Abdullah Ibn Amr Ibn Al-Ash sampai pada kesimpulan bahwasanya amalan lelaki itu biasa saja. Tak ada yang istimewa menurutnya. Dan ia pun akhirnya pamit meninggalkan rumah lelaki itu.
Lelaki itu melepas kepergian tamunya dengan berkata, “Demi Allah, amalku tidak lebih dari yang kau lihat, hanya saja aku tak pernah menyimpan niat buruk terhadap sesama muslim (juga yg lain). Aku juga tak pernah ada rasa dengki kepada mereka yang mendapat anugerah dan kebaikan dari Allah”
Tertegun Abdullah Ibn Amr Ibn Al-Ash mendengarnya, Yah itu dia rahasiaya! Hati yang bersih dari prasangka buruk dan perasaan dengki kepada sesama hamba Allah! Terlihat sederhana, tapi sungguh sulit dilakukan.
Mungkin saja, kita sanggup menjaga Qiyamullail, shaum sunnah, serta amalan sunnah unggulan lainnya. Tapi seringkali amatlah sulit untuk menghilangkan perasaan curiga kepada sesama hamba Allah serta dengki atas apa yang Allah anugerahkan kepada orang lain dan kita tak mendapatkannya. ”Inilah justru yang tidak dapat kita lakukan”, demikian kata Abdullah Ibn Amr Ibn Al-Ash.
Lelaki syurga itu mengajak kita untuk menerobos kejahilian yang turun termurun dan rasa curiga yang tak memiliki dasar. Perasaan jahiliah yang dibisikkan dan diwariskan dari biasnya prasangka.
Dan lewat note ini, dari diri sendiri mari kita menembus batas-batas bendera serta sekat madzhab ataupun manhaj , mendefinisikan ulang tentang ukhuwah, tentang relasi iman dan pertautan hati sesama orang beriman. Bahwa Seperti yang disabdakan Nabi “Al Arwaahu Junuudun Mujannadah” , Ruh orang beriman itu, laksana tentara yang berbaris kokoh.
Rasulullah mengucapkan kalimat tersebut saat membersamai sahabat-sahabt beliau dalam sebuah majelis ilmu yang mulia. Sesaat semuanya terdiam sembari menanti dengan penasaran, siapakah gerangan laki-laki beruntung itu.
Sayangnya, sosok yang muncul dihadapan mereka terlampau sederhana untuk predikat setinggi itu, seorang lelaki biasa, berjalan memasuki mesjid dengan sebelah tangan menenteng sendal dan janggut yang basah dengan air wudhu.
Karena penasaran membuncah tentang apa rahasia yang membuat lelaki tersebut disabdakan sebagai penghuni surga oleh sang Nabi, Abdullah Ibn Amr Ibn Al-Ash memohon kepada lelaki itu untuk diperkenankan menginap selama 3 malam di rumahnya, dan Izin pun diperolehnya.
Setelah menginap dirumah lelaki itu, Abdullah Ibn Amr Ibn Al-Ash sampai pada kesimpulan bahwasanya amalan lelaki itu biasa saja. Tak ada yang istimewa menurutnya. Dan ia pun akhirnya pamit meninggalkan rumah lelaki itu.
Lelaki itu melepas kepergian tamunya dengan berkata, “Demi Allah, amalku tidak lebih dari yang kau lihat, hanya saja aku tak pernah menyimpan niat buruk terhadap sesama muslim (juga yg lain). Aku juga tak pernah ada rasa dengki kepada mereka yang mendapat anugerah dan kebaikan dari Allah”
Tertegun Abdullah Ibn Amr Ibn Al-Ash mendengarnya, Yah itu dia rahasiaya! Hati yang bersih dari prasangka buruk dan perasaan dengki kepada sesama hamba Allah! Terlihat sederhana, tapi sungguh sulit dilakukan.
Mungkin saja, kita sanggup menjaga Qiyamullail, shaum sunnah, serta amalan sunnah unggulan lainnya. Tapi seringkali amatlah sulit untuk menghilangkan perasaan curiga kepada sesama hamba Allah serta dengki atas apa yang Allah anugerahkan kepada orang lain dan kita tak mendapatkannya. ”Inilah justru yang tidak dapat kita lakukan”, demikian kata Abdullah Ibn Amr Ibn Al-Ash.
Lelaki syurga itu mengajak kita untuk menerobos kejahilian yang turun termurun dan rasa curiga yang tak memiliki dasar. Perasaan jahiliah yang dibisikkan dan diwariskan dari biasnya prasangka.
Dan lewat note ini, dari diri sendiri mari kita menembus batas-batas bendera serta sekat madzhab ataupun manhaj , mendefinisikan ulang tentang ukhuwah, tentang relasi iman dan pertautan hati sesama orang beriman. Bahwa Seperti yang disabdakan Nabi “Al Arwaahu Junuudun Mujannadah” , Ruh orang beriman itu, laksana tentara yang berbaris kokoh.
mANTEP and josh :D
BalasHapus